ChanelMuslim.com – Ada tiga kisah yang mengajarkan kita tentang bagaimana pentingnya arahan ulama. Seperti diketahui, ijmak ulama menjadi salah satu hal yang bisa kita jadi rujukan untuk memahami suatu hukum dalam agama.
Baca Juga: Kisah Ulama dalam Berhubungan dengan Penguasa (Part 1)
Tiga Kisah tentang Pentingnya Arahan Ulama (1)
Dikutip dari channel telegram, setidaknya ada 3 kisah tentang hal ini. Kisah pertama dari era Umayyah, kemudian Abbasiyah dan yang ketiga dari zaman Mamalik Mesir.
Pada dasarnya, sejarah keemasan umat Islam akan menggambarkan pada kita bahwa umat ini dulu —dan moga sampai sekarang— sangat memuliakan ulama.
Di saat ketika umat mendengarkan ulama, dan orang-orang bodoh sadar diri dengan kebodohannya serta tak sembarang berkata, di situlah kekuatan umat akan menuju puncak.
Ulama yang haq sangat disegani tidak hanya oleh rakyat, tapi juga oleh pemimpin. Kisah ini terukir dalam Kitab Az Zuhd wa At Raqaiq karya Khatib Al Baghdadi, mengisahkan ketegasan seorang Tabi’in bernama Malik bin Dinar kepada walikota Bashrah.
Suatu hari walikota Bashrah —kota besar di Iraq— berjalan di jalanan kota Bashrah. Namun, sangat kelihatan dari gaya jalannya bahwa walikota itu angkuh dan merasa besar diri. Melihat hal itu Malik bin Dinar langsung mengingatkan.
“Perbaikilah cara berjalanmu!”
Mendengar hal itu, walikota Bashrah mengatakan pada petugas kemanan.
“Biarkan saja dia. Dia tak tahu aku siapa.”
Mendengar hal itu, Malik bin Dinar menjawab, “Tidak ada yang lebih tahu Anda melebihi aku. Kau berawal dari mani yang hina, dan akan berakhir jadi mayat yang kotor, dan di antara dua hal itu kau kemana-mana membawa tinja!”
Mendengar hal itu, sang walikota sadar bahwa beliau adalah Malik bin Dinar dan langsung pergi sambil menahan malu.
Kisah kedua datang dari era Abbasiyah, yakni di masa kekhalifahan Harun Ar Rasyid. Suatu hari Harun Ar Rasyid ingin menemui ulama besar Madinah, Imam Malik.
Ia mengirimkan utusan untuk memanggil Imam Malik guna mendengarkan ilmunya. Akan tetapi, Imam Malik berkata kepada utusan Harun Ar-Rasyid.
“Katakanlah kepada Amirul Mukminin, sesungguhnya orang yang mencari ilmu harus mendatangi ilmu itu dan bukan ilmu yang mendatanginya.”
Mendengar hal itu, Amirul Mukminin mengalah dan mengunjungi Imam Malik bin Anas di rumahnya. Namun, ia memerintahkan agar mengosongkan majelis dari orang-orang.
Akan tetapi, Imam Malik menolak kecuali jika orang-orang tetap berada pada posisinya semula. Beliau mengatakan, “Jika ilmu itu dihalangi dari manusia secara umum, maka tidak ada kebaikan padanya untuk orang yang khusus.”
Imam Malik melihat posisi dirinya sebagai pengajar dan posisi Amirul Mukminin sebagai murid.
Beliau berpandangan, bahwa termasuk salah satu kerendahan bagi dirinya dan ilmunya jika ia mendatangi seorang murid dengan ilmunya. [Cms]
(Bersambung pada bagian kedua)