ABBAD bin Bisyr, adalah seorang sahabat yang termasuk di antara para ‘abid (ahli ibadah), bertaqwa, dan memiliki suara yang merdu saat membaca al-Qur’an. Ia juga pahlawan yang gagah berani, dalam menegakkan kalimah Allah.
Abbad bin Bisyr turut berperang bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam setiap peperangan yang beliau pimpin. Dalam peperangan-peperangan itu dia bertugas sebagai pembawa Al-Qur’an.
Ketika Rasulullah kembali dari peperangan Dzatur Riqa’, beliau beristirahat dengan seluruh pasukan muslim di lereng sebuah bukit.
Seorang prajurit muslim menawan seorang wanita musyrik yang ditinggal pergi oleh suaminya.
Baca Juga: Kisah Abdullah bin Ummi Maktum Dituntun Iblis ke Masjid
Kisah Abbad bin Bisyr, Qari Bersuara Merdu yang Gagah Berani
Ketika suaminya datang kembali, istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Latta dan’Uzza akan menyusul Rasulullah dan pasukan kaum muslimin, ia tidak akan kembali kecuali setelah menumpahkan darah mereka.
Setibanya di tempat perhentian di atas bukit, Rasulullah bertanya kepada mereka, “Siapa yang bertugas jaga malam ini?”
Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir berdiri, “Kami, ya Rasulullah!” kata keduanya serentak. Rasulullah telah menjadikan keduanya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah.
Ketika keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan), Abbad bertanya kepada Ammar, “Siapa di antara kita yang berjaga lebih dahulu?”
“Saya yang tidur lebih dahulu!” jawab Amar yang bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penjagaan.
Suasana malam itu tenang, sunyi dan nyaman. Bintang gemintang, pohon-pohon dan batu-batuan, seakan sedang bertasbih memuji kebesaran Allah.
Hati Abbad tergiur hendak turut melakukan ibadah. Dalam sekejap, ia pun larut dalam manisnya ayat-ayat AI-Qur’an yang dibacanya dalam shalat. Nikmat shalat dan tilawah (bacaan Al-Qur’an) berpadu menjadi satu dalam jiwanya.
Dalam shalat dibacanya surat Al-Kahfi dengan suara memilukan, merdu bagi siapa pun yang mendengarnya. Ketika dia sedang bertasbih dalam cahaya Ilahi yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki datang memacu langkah tergesa-gesa.
Laki-laki itu melihat dari kejauhan seorang hamba Allah sedang beribadah di mulut jalan, dia yakin Rasulullah dan para sahabat pasti berada di sana. Sedangkan orang yang sedang shalat itu adalah pengawal yang bertugas jaga.
Orang itu segera menyiapkan panah dan memanah Abbad tepat mengenainya. Abbad mencabut panah yang bersarang di tubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam dalam shalat.
Orang itu memanah lagi dan mengenai Abbad dengan jitu. Abbad mencabut juga anak panah kedua
ini dari tubuhnya seperti yang pertama. Kemudian orang itu memanah lagi. Abbad mencabutnya lagi seperti dua buah panah yang terdahulu.
Giliran jaga bagi Amar bin Yasir pun tiba. Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang tidur itu, Ialu membangunkannya seraya berkata, “Bangun! Aku terluka parah dan lemas!”
Sementara itu, ketika melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. Amar menoleh kepada Abbad. Dilihatnya darah mengucur dari tiga buah lubang luka di tubuh Abbad.
“Subhanallah! Mengapa kamu tidak membangunkan ketika panah pertama mengenaimu?” tanyanya
keheranan.
“Aku sedang membaca Al-Qur’an dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah, kalaulah tidak karena takut akan menyia-nyiakan tugas yang dibebankan Rasulullah, menjaga mulut jalan tempat kaum muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam shalat,” jawab Abbad.
Sumber: Buku 101 Sahabat Nabi oleh Hepi Andi Bastoni