ChanelMuslim.com – Al-Barra’ bin Malik, sahabat Rasulullah dan saudara kandung dari Anas bin Malik. Ia termasuk golongan terkemuka dan terhormat, menjalani kehidupannya dengan bersemboyan “Allah dan Surga.”
Siapa saja yang melihatnya sedang berperang mempertahankan Agama Allah, niscaya akan melihat hal ajaib. Ketika ia berhadapan pedang dengan orang-orang musyrik, Barra’ bukanlah orang yang hanya mencari kemenangan, sekalipun kemenangan itu termasuk tujuan, tetapi tujuan akhirnya ialah mencari syahid.
Seluruh cita-citanya mati syahid, menemui ajalnya di salah satu gelanggang pertempuran dalam mempertahankan haq dan melenyapkan bathil.
Baca Juga: Ia adalah Anas bin Malik
Al-Barra’ bin Malik: Tuhan Tidak Akan Menghalangiku Mati Syahid
Dia tidak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan baik bersama Rasul ataupun tidak.
Pada suatu hari sahabatnya datang mengunjunginya, ia sedang sakit, dibacanya air muka sahabatnya lalu Barra’ berkata, “Mungkin kalian takut aku mati di atas tempat tidurku. Tidak, demi Allah, Tuhan tidak akan menghalangiku mati syahid!”
Di perang Yamamah melawan nabi palsu, Musailamah Al-Kadzdzab, kepahlawanan Barra’ wajar dan cocok dengan watak serta tabiatnya.
Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai Umar mewasiatkan agar ia jangan jadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan dan ketetapan hatinya menghadang maut.
Semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan.
Barra’ berdiri di medan perang Yamamah, ketika balatentara Islam yang berada di bawah komando Khalid bersiap-siap untuk menyerbu. Ia berdiri dan merasakan detik-detik itu, yakni saat sebelum panglimanya memerintahkan maju, amat lama sekali.
Kedua matanya yang tajam bergerak-gerak dengan cepatnya menyelusuri seluruh medan tempur. Seolah-olah sedang mencari tempat bersemayam yang sebaik-baiknya untuk seorang pahlawan.
Memang tidak ada yang menyibukkannya di antara segala urusan dunia, kecuali tujuan yang satu ini.
Dimulai dengan berjatuhannya korban di pihak kaum musyrikin penyeru kedzaliman dan kebathilan akibat ketajaman dan tebasan pedangn Barra’ yang ampuh.
Kemudian di akhir pertempuran, suatu pukulan pedang mengenai tubuhnya dari tangan seorang musyrik, menyebabkan jasadnya jatuh ke tanah.
Sementara ruhnya menempuh jalannya membumbung ke tingkat yang tertinggi ke mahligai para syuhada tempat kembalinya orang-orang yang beroleh berkah.
Itulah khayalannya ketika ia menunggu komando.
Lalu apakah benar Barra’ mati dalam peperangan? Jika iya, bagaimana ia menjemput syahid tersebut? [Ln]
bersambung…