HOROR ternyata menarik untuk dipasarkan. Apa pun yang berbau horor, seperti tayangan tentang hantu menjadi laris manis. Kenapa?
Para pebisnis dunia hiburan seperti tayangan televisi, youtuber, film, dan lainnya; menyadari betul kalau dunia horor atau dunia hantu selalu laku.
Padahal, secara sederhana, jenis hiburan ini sebenarnya menakut-nakuti. Tapi, kenapa justru yang menakutkan seperti ini sangat laris manis di masyarakat.
Setidaknya, ada tiga alasan. Yaitu:
Satu, Pola Asuh yang Salah.
Umumnya masyarakat kita mendidik anak dengan pola ‘menakut-nakuti’. Cara ini dianggap sangat efektif agar anak menjadi penurut.
Contoh, “Jangan keluar malam-malam, nanti ada kuntilanak!” Doktrin ini memang efektif membuat anak-anak tidak berani keluar malam. Tapi, secara perlahan membunuh daya kritis mereka.
Contoh lain, “Awas jangan jajan permen, nanti ibu tidak kasih jajan lagi!” Ancaman ini juga bernuansa menakut-nakuti.
Ada lagi adat yang menyatakan bahwa kalau mau pergi jauh jangan pada hari ini dan itu. Atau, kalau anak perempuan urutan tengah jangan dinikahkan dengan pria anak sulung. Dan sejenisnya.
Masih banyak lagi contoh pola asuh yang bernuansa menakut-nakuti. Padahal, secara argumentasi, dasarnya begitu lemah. Atau tidak ada dasar sama sekali.
Setan memang ada. Jin juga banyak. Dan musibah bisa terjadi kapan saja. Tapi, tidak menjadi patokan seseorang harus berbuat apa dan bagaimana.
Dua, Lemahnya Pendidikan Agama.
Takut itu sebenarnya bagian dari pemahaman tentang akidah. Bahwa, tidak ada yang perlu ditakuti kecuali Allah. Itulah di antara makna dari tauhid.
Dalam tafsir tentang Surah Al-Jin, juga disebutkan bahwa dulunya bangsa jin sangat takut dengan manusia. Kalau ada manusia datang ke sebuah lembah kosong misalnya, kaum jin berlarian ke tempat ‘aman’.
Namun ketika ada pembesar kalangan manusia meminta perlindungan dari pembesar jin, maka sejak itulah bangsa jin berbalik menjadi yang ditakuti oleh manusia.
Al-Qur’an menyampaikan bahwa setan itu musuh manusia, dan harus diperlakukan sebagai musuh. Yaitu, dijauhi dan tidak diikuti bisikannya.
Tapi karena kita kurang memahami ajaran Islam, yang terjadi menjadi sebaliknya. Setan dijadikan pelindung dari bahaya, dan dari setan lain. Seperti dalam jimat, ‘isim-isim’, benda keramat, dan lainnya.
Tiga, Lemahnya Pendidikan Nalar.
Sebenarnya, takut dengan hantu mencederai nalar kita. Yaitu, orang yang sudah mati menunjukkan bahwa ia tidak berdaya lagi. Ruhnya dicabut, dan fisiknya akan rusak dan membusuk. Karena itulah jasanya harus dikubur dalam tanah.
Lha, bagaimana mungkin orang yang sudah mati, dengan fisik yang sudah tidak berdaya seperti harus dimandikan, dikafani, digotong menuju kuburan; kok bisa ditakuti.
Begitu pun takut dengan kuburan. Apa yang ditakuti dari kuburan, bukankah yang ada di sana hanya tulang belulang.
Ada lagi tentang kesaktian dengan batu cincin, benda keramat, dan lainnya. Semuanya hanya akan mencederai nalar kita.
Itulah kenapa hantu tidak begitu populer di dunia Barat sana. Karena mereka lebih mengutamakan nalar daripada sugesti. [Mh]