HIDUP adalah pilihan, begitu orang katakan. Selalu ada pilihan dari setiap hal yang kita hadapi. Dan begitupun teladan kita Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dihadapkan pada pilihan Rasulullah selalu memilih yang lebih mudah.
“Dan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, ‘Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam disuruh memilih di antara dua perkara, niscaya beliau lebih memilih yang lebih mudah di antara keduanya, selama itu tidak dosa. Adapun jika itu adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh dari dosa’.” (Muttafaq Alaih)
Demikianlah kebiasaan Nabi jika disuruh memilih di antara dua perkara, beliau pasti memilih yang lebih mudah di antara keduanya. Ini adalah manhaj beliau dalam dakwah dan pengajarannya, beliau tidak ingin mempersulit umatnya.
Baca Juga: Hal yang Dilakukan Rasulullah saat Berada di Bulan Ramadan
Rasulullah Selalu Memilih yang Lebih Mudah
Beliau ingin agar umatnya mudah dan ringan dalam menjalankan syariat agamanya, beliau ingin membuat mereka gembira dan tidak ingin membuat mereka lari ketakutan dari ajaran Islam.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Mudahkanlah dan jangan kalian mempersulit. Sampaikanlah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.” (Muttafaq Alaih)
Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, memilih yang lebih mudah (tasyir) dalam melaksanakan ajaran agama merupakan suatu keharusan, karena hal ini merupakan sesuatu yang dituntut oleh syariat itu sendiri.
Bukan dikarenakan tuntutan realitas atau menyesuaikan dengan zaman, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang.
Dan, pada dasarnya syariat Islam berdiri di atas prinsip kemudahan dan keringanan, sebagaimana disebutkan dengan sangat jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah nabawiyah.
Allah Subhanu wa Ta’ala berfirman,
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Dia tidak ingin menyulitkanmu.” (Al-Baqarah: 185)
Dalam hadits pertama disebutkan, bahwa beliau memilih yang lebih mudah di antara dua perkara, maksudnya yaitu dalam dua perkara yang sama, bukan dalam dua perkara yang berbeda. Karena hal ini jelas tidak mungkin.
Dan jika ada dua perkara yang sama di hadapan beliau, baik dalam urusan dunia ataupun urusan akhirat, maka beliau akan memilih yang lebih mudah dan ringan di antara keduanya, selama hal tersebut tidak mempunyai konsekuensi dosa atau maksiat.
Lebih jelasnya, kita ambil contoh misalnya, memilih antara beribadah dengan memberat-beratkan diri hingga dapat membuat badan sakit dan beribadah dengan porsi yang sedang tetapi intens, maka beliau memilih yang terakhir.
Atau jika beliau disuruh memilih antara harus berperang atau berdamai, maka beliau akan memilih berdamai jika memungkinkan. Atau jika disuruh memilih antara berpuasa dalam perjalanan atau berbuka, tentu beliau memilih berbuka. Demikian seterusnya.
Terhadap orang yang senang mempersulit dan memberat-beratkan dalam melaksanakan agamanya, baik bagi dirinya ataupun bagi orang lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan mereka,
“Hancurlah orang-orang yang suka memberat-beratkan! Beliau mengatakannya tiga kali.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi mengatakan, bahwa al-mutana-ththi’un di sini, yaitu mereka yang senang mempersulit dan memberat-beratkan diri dalam urusan agama yang tidak semestinya. []
(Sumber: 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-Kautsar)