Chanelmuslim.com – Khalifah Sulaiman merasa sangat takjub dengan jawaban yang disampaikan Abu Hazim. Sebagian penasihat khalifah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, semua orang memiliki karakter sepertinya.”
Khalifah berkata, “TIdak.”
Az-Zuhri berkata, “ Dia bertetangga denganku selama 30 tahun, dan selama itu aku tidak pernah bercakap-cakap dengannya.”
Abu Hazim berkata kepada Az-Zuhri, “Kamu benar, hal itu aku lakukan karena kamu telah lupa Allah dan lupa padaku. Jika saja kamu mengingat Allah, tentu kamu akan mengingatku.”
“Apakah kamu mencelaku?” kata Az-Zuhri heran.
Khalifah Sulaiman berkata, “Bahkan kamu telah mencela diri sendiri. Tak tahukah kamu, kalau tetangga itu juga memiliki hak yang harus kau tunaikan?”
Abu Hazim berkata, “Kala Bani Israel dalam kebenaran, para penguasa membutuhkan ulama. Sementara ulama dengan agamanya lari dari penguasa. Di saat orang-orang yang berakhlak rendah mempelajari ilmu, kemudian mereka datang kepada para penguasa, maka para penguasa itu tidak lagi membutuhkan ulama. Akibatnya, masyarakat banyak yang menjadi celaka. Jika saja para ulama kita menjaga ilmunya, niscaya para penguasa akan hormat dan memuliakan mereka.”
Az-Zuhri berkata, “Seperti kamu sedang menyindir diriku?”
Abu Hazim berkata, “Seperti yang kamu dengar.”
Khalifah Sulaiman berkata, “Wahai Abu Hazim, nasihatilah kau dengan bahasa yang singkat!”
Abu Hazim berkata, “Harta yang halal itu akan diperhitungkan, sedangkan harta yang haram akan mendatangkan azab. Kepada Allah semua akan kembali. Takutlah pada dosa-dosanya, atau tinggalkan sama sekali!”
“Engkau telah menasihatiku dengan bahasa yang singkat. Katakan, apa harta yang engkau punyai!”
“Percaya pada keadilan Allah; bertawakal pada kemurahan-Nya; berbaik sangka pada-Nya; Sabar karena-Nya; tidak berharap pada apa yang dimiliki orang lain.”
“Wahai Abu Hazim, katakan pada kami apa kebutuhanmu?”
“Aku telah mengatakan kebutuhanku pada Dzat yang tidak menghinakanku karena kebutuhan itu. Apa yang diberikan-Nya aku terima. Apa yang tidak diberikan-Nya aku rela. Aku melihat dunia dengan dua sisi; dunia yang menjadi milikku dan dunia yang menjadi milik orang lain. Dunia yang menjadi milikku tidak akan aku terima sebelum tiba waktu yang ditakdirkan, meski aku telah melakukan berbagai macam upaya. Adapun dunia yang menjadi milik orang lain, aku sama sekali tidak mengharapkannya. Rezeki orang lain tidak akan sampai padaku, sebagaimana pula rezekiku tidak akan sampai pula pada orang lain. Kalau demikian keadaannya, untuk apa aku harus membunuh diriku sendiri untuk mengejar rezeki yang bukan milikku.”
Khalifah Sulaiman berkata, “Engkau harus mengatakan apa yang engkau butuhkan, agar kami bisa memenuhinya…”
Abu Hazim berkata, “Apakah engkau akan memenuhinya?”
“Iya,” Jawab Khalifah Sulaiman.
Abu Hazim berkata, “Janganlah engkau memberiku sebelum aku meminta. Jangan mengirim utusan untuk memanggilku, sebelum aku sendiri datang padamu. Jika aku sakit, janganlah engaku menjengukku. Jika aku mati, janganlah engkau melayat jenazahku!”
Khalifah Sulaiman berkata, “Engkau telah menolak kebaikanku, wahai Abu Hazim. Engkau telah menolak.”
“Apakah engkau mengizinkanku pergi –Semoga Allah memberikan kebaikan padamu– karena aku sudah tua?” kata Abu Hazim minta diri.
“Wahai Abu Hazim, katakan permintaan terakhirmu.”
“JIka aku memiliki ilmu, maka aku akan memberitahukannya padamu. Jika aku tidak memiliki ilmu, maka bertanyalah kepada orang yang berada di sebelah kirimu (maksudnya Muhammad Az-Zuhri). Dia menganggap dirnya memiliki ilmu untuk menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan padanya.”
Az-Zuhri berkata, “Aku belindung kepada Allah dari kejahatanmu, wahai laki-laki!”
“Kamu akan bebas dari kejahatanku. Namun, tidak dari lidahku.”
Khalifah Sulaiman berkata, “Apa komentarmu tentang pendapat para imam terkait dengan ucapan salam untuk menutup shalat. Satu salam atau duakah? Para ulama berbeda-beda pendapat dalam masalah ini.”
“Aku beri tahu engkau dengan hadits yang bisa menjawab pertanyaan ini. Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash menceritakan padaku dari riwayat ayahnya yang bernama Sa’ad bin Abu Waqqash menceritakan padaku dari riwayat ayahnya yang bernama Sa’ad. Dia melihat Rasulullah dalam Shalat mengucapkan salam kearah kanan hingga pipi kanan beliau yang putih terlihat. Beliau mengucapkan salam ke arah kiri hingga pipi kirinya yang putih telihat. Beliau mengucapkan salam dengan suara yang dikeraskan. Amir berkata, “Ayahku melakukan itu.” Sahl bi Sa’ad As-Saidi mengabarkan kepadaku, bahwa ia melihat Umar bin Al-Khathab dan Ibnu Umar, keduanya mengucapkan salam dalam shalat seperti yang dilakukan Rasulullah itu.”
Az-Zuhri berkata, “Hati-hati dalam berbicara, wahai laki-laki! Meriwayatkan hadits dari Rasul itu adalah hal yang sulit. Harus dilakukan dengan teliti dan penuh keyakinan akan kebenarannya.”
Abu Hazim berkata, “Aku sudah tahu itu sebelum hal itu terbelik dalam benakku.”
Az-Zuhri menoleh ke arah Khalifah Sulaiman. Ia berkata, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepada Tuan. Aku tidak pernah mendengar hadits seperti itu sebelumnya.”
Abu Hazim tertawa, lalu berkata, “Hai Zuhri, apakah kamu harus hafal seluruh hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah?”
Az-Zuhri berkata, “Tidak.”
“Tiga perempatnya?”
“Tidak”
“Sepertiganya”
“Aku pikir segitu. Aku telah meriwayatkan dan mendengar hadits sejumlah itu.”
“Hadits yang aku riwayatkan tadi itu masuk dalam sepertiga hadits yang tidak kamu ketahui.”
Khalifah Sulaiman berkata, “Orang yang mendebatmu tidak berbuat zhalim padamu. “Kemudian Abu Hazim berdiri dan mohon diri. Khalifah melepas kepergiannya dengan pandangan kagum. Ia menoleh ke arah para pembantunya, lalu berkata, “Sebelumnya aku tak pernah menduga masih ada orang seperti dia di zaman ini.”
Khalifah Sulaiman menyelesaikan ibadah hajinya, kemudian kembali ke Syam.
Menurut cerita, anak khalifah Sulaiman bertengkar dengan anak Umar bin Abdul Aziz. Dalam pertengkaran itu, anak Umar mengalahkan anak Khalifah Sulaiman. Kejadian itu dilaporkan kepada Khalifah Sulaiman. Dia kemarahan.”
Umar berkata, “Baru sekarang aku mengetahui kejadian itu.”
Sulaiman berkata, “Bohong! Kamu pasti telah mengetahui sebelumnya.”
Umar berkata, “Aku bohong?! Demi Allah, aku tidak pernah berbohong. Aku juga tidak pernah berniat bohong sejak aku menginjak dewasa. Dunia ini sangat luas. Aku bisa tinggal di luar Damaskus.”
Umar bergegas dan bersiap meninggalkan Damaskus. Ia bermaksud pergi ke Mesir dan tinggal disana. Khalifah Sulaiman mendengar rencana Umar itu, dan dia menyesali ucapannya. Ia mengirim utusan untuk membujuk agar Umar tidak jadi meninggalkan Damaskus. “Janganlah engkau menghukum Amirul Mukminin karena ucapannya,” kata utusan. “Janganlah mengungkit-ungkit masalah ini lagi!”
Mendengar itu, Umar membatalkan niatnya meninggalkan Damaskus. Dia duduk, dan melupakan perselisihannya dengan khalifah.
(Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad & Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pustaka Al-Kautsar)