KETEGASAN orangtua kepada anak yang terindikasi LGBT diperlukan ketika propaganda mengenai hal tersebut dilakukan secara halus, misalnya dalam tayangan Youtube.
“Tidak ada orang yang ingin terlahir seperti itu. Tidak ada orangtua yang ingin melahirkan anak seperti itu. Tapi kalau Tuhan titipkan pada kita, kita terima apa adanya. Jangan ditolak. Terima apa adanya!” tegasnya dengan emosional.
Siapapun yang menyaksikan tayangan itu pasti ikut terharu. Bila tipis iman dan minim pemahaman, bukan tak mungkin akan mengganggukkan kepala sembari berkata, “Iya, benar juga ya.”
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti mengulas tayangan di YouTube yang mengisahkan seorang pesohor yang merasa “dikaruniai” anak “spesial”.
Anak yang “terjebak” dalam raga yang salah. Merasa diri sebagai perempuan, namun terjebak dalam tubuh laki-laki.
Dengan berurai air mata, ia menceritakan perasaannya sebagai ibu yang berkewajiban “melindungi” buah hatinya dari stigma lingkungan.
Mencoba mengerti penderitaan batin anaknya. Hingga akhirnya ia merelakan anaknya mengambil keputusan operasi ganti kelamin.
Ketegasan Orangtua kepada Anak yang Terindikasi LGBT
Di ujung tayangan, ia membuka diri sekira ada orangtua yang memiliki masalah yang sama dan ingin berbagi rasa dengannya.
“Sebagai orangtua, sayangi anak kita dan terima apapun kondisinya,” pesannya melalui bisikan lembut, yang ternyata sangat menyesatkan.
Saya termangu lama menyaksikan tayangan itu. Sebuah propaganda pembelaan terhadap L*B* yang sangat haluuuus.
Entah sudah berapa banyak orangtua yang “tergelincir” atau berubah pikiran setelah menyaksikannya.
“Menerima” anak L*B* bukan berarti membiarkannya semakin rusak dalam kemaksiatan. Justru kewajiban orangtua melakukan segala upaya, sampai anaknya keluar dari lubang kesesatan itu.
Orangtua harus tegas dan tega menghentikan kesenangan anaknya, yang jelas-jelas menyimpang dari agama dan norma manusia.
Baca juga: Tuai Ancaman dan Penolakan, Perkumpulan LGBTQ se-ASEAN Batal Digelar di Jakarta
View this post on Instagram
Ketegasan orangtua pada anaknya saat berbuat salah banyak dicontohkan manusia-manusia mulia. Salah satu kisah yang masyhur adalah apa yang terjadi pada Muhammad bin Amru bin Ash.
Suatu kali ia memukul orang Mesir tanpa alasan. Korban mengadukan hal itu pada Amirul Mukminin Umar Ibn Khattab di Madinah.
Umar lalu memerintahkan orang Mesir itu balas memukul Muhammad bin Amru bin Ash di hadapan ayahnya.
Amru bin Ash yang saat itu menjabat sebagai gubernur Mesir tak menghalanginya dan berkata, “Sungguh, jika Engkau memukulnya, aku tidak akan menghalangi sebelum Engkau sendiri yang meninggalkannya.”
Begitulah seharusnya yang dilakukan orangtua manakala anaknya berbuat kesalahan. Tak perlu melindunginya. Apalagi kalau jelas-jelas melakukan kemaksiatan![ind]