Chanelmuslim.com – Islam menganjurkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Tidak menyerah dalam menuntut ilmu. Dan hal itulah yang dilakukan oleh Qomariyatus Sholihah, yang menjadi guru besar termuda di Indonesia.
Ia menjadi guru besar termuda pada bidang kesehatan masyarakat di Indonesia dalam usia 36 tahun 11 bulan dengan gelar Prof. Dr Qomariyatus Sholihah Amd hyp ST MKes. Perjuangannya menyelesaikan S3 hingga dapat meraih gelar sebagai dokter termuda tidaklah mudah. Dukungan dari suami dan anak-anaklah yang membuatnya tidak terus menyerah.
Saat menempuh studi S3 di Universitas Brawijaya Malang, ia membawa serta putrinya yang berusia 3 tahun saat itu. setiap hari berangkat kuliah ia mengantarnya ke sekolah yang tidak jauh dari kampus Univ. Brawijaya. Sementara suaminya bekerja di Kalimantan untuk mencari nafkah dan untuk membantu biaya kuliah S3, karena beasiswa dari pemerintah tentu tidak cukup untuk membiayai keseluruhan kebutuhan kuliah dan penelitian.
Suatu waktu memang ia harus mengorbankan waktu libur bersama keluarga untuk dapat menyelesaikan tugas. Demi untuk menyelesaikan studinya ia harus banyak membuat penelitian, tulisan, buku/teks, tetapi semua itu dilakukannya tidak hanya semata sebagai tugas. Ia berharap semua yang telah disusunnya baik tulisan dan penelitian dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Jenjang pendidikan secara maraton ditempuh Qomariyatus, tanpa mengenal lelah. Penelitian demi penelitian telah ia geluti sebagai upaya pengembangan dunia pendidikan dan beberapa pelatihan diikutinya untuk menambah wawasan dan pengalaman ilmiah.
Sejak semula meraih rekor dalam bidang pendidikan adalah salah satu motivasi Prof. Qomariyatus dalam menempuh pendidikan. Beliau ingin menunjukkan bahwa perempuan dapat menggapai pencapaian tertinggi dalam dunia ilmiah dan pendidikan.
Selain itu ia pun ingin mendobrak paradigma yang selama ini dipahami masyarkat bahwa seorang profesor identik dengan seorang yang,tua dengan rambut yang sudah memutih, mengenakan kacamata dan kebanyakan seorang laki-laki. Proses pendidikan yang panjang membuat dosen-dosen wanita mengalami kesulitan untuk meraihnya. Selain tugas sebagai seorang pendidik di akademik, juga sebagai ibu dan istri.
“Sebagai perempuan kita juga berhak untuk mendapatkan apa yang kaum laki-laki dapatkan, namun bukan untuk menyaingi atau merendahkan kaum laki-laki, namun kita dapat berjalan bersama dengan saling mendukung,” ujarnya dalam wawancara yang dikutip dari beritabanjarmasin.com.
Ia berpesan bahwa sebagai perempuan jangan takut untuk berkembang, untuk belajar, untuk mencari tahu, untuk berpendapat, untuk berpikir, dan berbicara selama itu masih dalam koridor yang tepat. Sampaikan lah semua yang kita ingin katakan dan lakukan dengan cara yang tepat, sehingga apa yang dituju dapat tercapai. (w)