APA saja tingkatan manusia dalam menghadapi musibah? Ketika musibah datang menghampiri, bagaimana respons kita? Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata :
اﻟﻨﺎﺱ ﺇﺯاء اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻋﻠﻰ ﺩﺭﺟﺎﺕ:
Dalam menghadapi musibah, manusia terdiri dari beberapa derajat:
اﻷﻭﻟﻰ: اﻟﺸﺎﻛﺮ. اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ: اﻟﺮاﺿﻲ. اﻟﺜﺎﻟﺜﺔ: اﻟﺼﺎﺑﺮ. اﻟﺮاﺑﻌﺔ: اﻟﺠﺎﺯﻉ.
Pertama: Orang yang bersyukur,
Kedua: Orang yang ridho,
Ketiga: Orang yang bersabar,
Keempat: Orang yang berkeluh Kesah
Baca Juga: Kalau Kamu Masih Berpikir Musibah itu Hukuman, Kamu Harus Baca Ini
Empat Tingkatan Manusia dalam Menghadapi Musibah
ﺃﻣﺎ اﻟﺠﺎﺯﻉ: ﻓﻘﺪ ﻓﻌﻞ ﻣﺤﺮﻣﺎ، ﻭﺗﺴﺨﻂ ﻣﻦ ﻗﻀﺎء ﺭﺏ اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ اﻟﺬﻱ ﺑﻴﺪﻩ ﻣﻠﻜﻮﺕ اﻟﺴﻤﻮاﺕ ﻭاﻷﺭﺽ، ﻟﻪ اﻟﻤﻠﻚ ﻳﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﻳﺸﺎء.
Adapun orang yang berkeluh kesah, maka dia telah melakukan sesuatu yang diharamkan dan kecewa dengan ketentuan Robb semesta alam yang di tangan-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Dia memiliki kekuasaan, Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.
ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺼﺎﺑﺮ: ﻓﻘﺪ ﻗﺎﻡ ﺑﺎﻟﻮاﺟﺐ، ﻭاﻟﺼﺎﺑﺮ: ﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻳﺘﺤﻤﻞ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ، ﺃﻱ ﻳﺮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﺮﺓ ﻭﺷﺎﻗﺔ، ﻭﺻﻌﺒﺔ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻳﺘﺤﻤﻞ، ﻭﻳﺤﺒﺲ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻦ اﻟﺸﻲء اﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﻫﺬا ﻭاﺟﺐ.
Adapun orang yang bersabar, maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban. Orang yang sabar adalah orang yang memikul musibah tersebut, yaitu dia melihat bahwa musibah itu pahit, berat, sulit, dan dia tidak menyukai terjadinya musibah itu.
Namun, dia tetap memikulnya dan menahan dirinya dari sesuatu yang diharamkan. Dan ini adalah wajib.
ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺮاﺿﻲ: ﻓﻬﻮ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻬﺘﻢ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ، ﻭﻳﺮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ الله ﻓﻴﺮﺿﻰ ﺭﺿﺎ ﺗﺎﻣﺎ، ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﺗﺤﺴﺮ ﺃﻭ ﻧﺪﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﺭﺿﻲ ﺭﺿﺎ ﺗﺎﻣﺎ، ﻭﺣﺎﻟﻪ ﺃﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺣﺎﻝ اﻟﺼﺎﺑﺮ. ﻭﻟﻬﺬا ﻛﺎﻥ اﻟﺮﺿﺎ ﻣﺴﺘﺤﺒﺎ، ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ.
Adapun orang yang rida, maka dia adalah orang yang tidak mempedulikan musibah ini, dan dia melihat bahwa musibah ini dari sisi Allah, lalu dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna, dan tidak ada dalam hatinya rasa sedih atau penyesalan terhadap musibah itu karena dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna.
Dan tingkatannya lebih tinggi dari tingkatan orang yang sabar. Oleh karena inilah, sikap ridho itu disukai (mustahab) dan bukan wajib.
ﻭاﻟﺸﺎﻛﺮ: ﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ. ﻭﻟﻜﻦ ﻛﻴﻒ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻭﻫﻲ ﻣﺼﻴﺒﺔ؟
Dan orang yang bersyukur adalah orang yang bersyukur kepada Allah atas musibah ini. Namun, bagaimana bisa dia bersyukur kepada Allah atas musibah ini padahal itu adalah penderitaan?
Maka, jawabannya ada dari dua sisi:
اﻟﻮﺟﻪ اﻷﻭﻝ: ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﺃﺻﻴﺐ ﺑﻤﺎ ﻫﻮ ﺃﻋﻈﻢ، ﻓﻴﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺼﺐ ﻣﺜﻠﻪ، ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬا ﺟﺎء اﻟﺤﺪﻳﺚ:
SISI PERTAMA : Hendaknya dia memandang kepada orang yang diberi musibah yang lebih besar, maka dia bersyukur kepada Allah karena dia tidak ditimpa musibah yang seperti itu. Dan atas hal ini, ada sebuah hadits:
ﻻ ﺗﻨﻈﺮﻭا ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﻫﻮ ﻓﻮﻗﻜﻢ، ﻭاﻧﻈﺮﻭا ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻨﻜﻢ، ﻓﺈﻧﻪ ﺃﺟﺪﺭ ﺃﻻ ﺗﺰﺩﺭﻭا ﻧﻌﻤﺔ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻜﻢ
“Janganlah kalian melihat pada orang yang diatas kalian, dan lihatlah pada orang yang dibawah kalian, karena itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian.” (HR. Bukhori dan Muslim)
اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﺗﻜﻔﻴﺮ اﻟﺴﻴﺌﺎﺕ، ﻭﺭﻓﻌﺔ اﻟﺪﺭﺟﺎﺕ ﺇﺫا ﺻﺒﺮ، ﻓﻤﺎ ﻓﻲ اﻵﺧﺮﺓ ﺧﻴﺮ ﻣﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻓﻴﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ
SISI KEDUA : hendaknya dia mengetahui bahwa dengan sebab musibah ini, akan dihapus kejelekan-kejelekan dan ditinggikan derajat jika bersabar, kemudian apa yang ada di akhirat itu lebih baik dari yang ada di dunia, sehingga dia bersyukur kepada Allah.
ﻭﺃﻳﻀﺎ ﺃﺷﺪ اﻟﻨﺎﺱ ﺑﻼء اﻷﻧﺒﻴﺎء، ﺛﻢ اﻟﺼﺎﻟﺤﻮﻥ، ﺛﻢ اﻷﻣﺜﻞ ﻓﺎﻷﻣﺜﻞ، ﻓﻴﺮﺟﻮ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻬﺎ ﺻﺎﻟﺤﺎ، ﻓﻴﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﻨﻌﻤﺔ.
Dan juga, orang yang paling keras musibahnya tiada lain adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, lalu yang semisal itu, lalu yang semisal itu.
Maka dia berharap agar dijadikan sebagai orang shalih dengan sebab musibah itu, sehingga dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat ini.
[Cms]
Syarhul Mumti’ shahihfiqih
t.me/bimbingansyariah