SAHABAT Muslim, pernahkah kamu bertanya, “Apakah musibah itu hukuman dari Tuhan? Ada seseorang yang curhat bahwa ia merasa seperti sedang dihukum Tuhan.
Ia sakit yang sudah lama tak kunjung sembuh, ia juga mengalami kesulitan ekonomi, istrinya pun pergi, anaknya tidak ada yang peduli dengannya.
Ia mengakui bahwa dulunya ia melakukan banyak perbuatan maksiat sehingga menurutnya Tuhan sedang menghukumnya, bagaimana solusinya.
Menurut motivator keluarga dari Rumah Pintar Aisha, Randy Ariyanto Wibowo, selama kita masih hidup di dunia, masih bernafas, maka itu bukan hukuman dari Tuhan tetapi bentuk peringatan.
Bapak sedang diingatkan Allah atas dosa-dosa yang dulu Bapak lakukan. Jadi, apa yang terjadi pada diri Bapak saat ini bukan hukuman tetapi peringatan.
Jika Allah menghukum hamba-Nya, pastilah Allah langsung mewafatkan hamba-Nya dan kelak hamba-Nya ini akan mendapatkan siksa alam kubur dan lebih pedih lagi siksa di neraka.
Jadi sekali lagi, apa yang kita alami di dunia ini, musibah yang kita rasakan, ujian yang kita hadapi adalah bentuk kasih sayang Allah.
Allah ingin sekali kita bertobat atas dosa-dosa kita yang lalu. Dengan sakit yang diderita, sebenarnya Allah ingin hamba-Nya itu kembali kepada-Nya.
Seolah-olah Allah itu berbicara kepada kita: “Wahai hamba-Ku, ayo mendekat kepada-Ku, dunia ini sementara, dunia ini terlalu kecil, segeralah bertobat, Aku menunggu tobat-Mu”.
Jadi, Allah memberi kita ujian itu agar kita kembali kepada-Nya. Mungkin saat kita sehat, kita lupa kepada-Nya.
Kita banyak melakukan maksiat dan dosa. Allah mengingatkan kita untuk kembali kepada-Nya agar surga yang kita dapatkan bukan neraka.
Baca Juga: Musibah adalah Rem Kehidupan Kita di Dunia
Kalau Kamu Masih Berpikir Musibah itu Hukuman, Kamu Harus Baca Ini
Sadarilah, ujian yang kita alami termasuk sakit yang sedang kita derita itu adalah bentuk kasih sayang Allah kepada diri kita.
Saat sehat, kita lupa kepada-Nya maka Allah memberi kita sakit, agar kita ingat kepada-Nya lalu bertobat dan beribadah lebih rajin lagi.
Jadi mohon Bapak tidak berpikir bahwa Bapak sedang dihukum Allah tetapi sebenarnya Bapak sedang disayang Allah.
Allah ingin sekali Bapak kembali kepada-Nya, minta ampun kepada-Nya. Sebanyak apapun dosa kita, Allah itu Maha Pengampun.
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar Ayat 53).
Sahabat, kata melampaui batas ini artinya dosanya sudah luar biasa besarnya.
Bisa jadi, orang yang melampaui batas ini ada orang yang banyak membunuh, berzina, riba, narkoba, korupsi, durhaka sama orang tua bahkan sampai syirik, pokoknya semua kejahatan, semua dosa ia lakukan dan dosanya besar-besar pula.
Orang ini merasa karena dosanya yang begitu besar, maka ia malu untuk bertobat. Ia merasa tobatnya tidak ada gunanya. Ia sudah putus asa akan ampunan Allah karena begitu luar biasa dosanya.
Allah sendiri mengatakan seolah-olah berbicara dengan hamba-Nya: “Wahai hamba-Ku, sebanyak apapun dosamu, sebesar apapun dosamu janganlah malu, janganlah berputus asa, janganlah merasa Aku tidak akan mengampuni dosa-dosamu.
Sesungguhnya Aku mengampuni dosa-dosamu, sebanyak apapun dosa hamba-hambaKu, Aku sudah tidak peduli lagi.”
Dari Anas bin Malik radhiallahu‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni.
Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.” (HR. Tirmidzi).
Taubat adalah cara mengakui bahwa kita bersalah lalu kita minta ampun kepada Allah dan berusaha tidak mengulanginya lagi.
Ada setidaknya 5 syarat saat kita bertobat yakni menyesali perbuatannya, berjanji tidak mengulanginya lagi, minta ampun kepada Allah.
Jika dosa itu berhubungan dengan orang lain, maka minta maaf, kalau kita pinjam barang segera dikembalikan, kalau punya utang segera dibayar.
Kemudian yang kelima adalah setiap hari konsisten melakukan amalan ibadah/kebaikan minimal 3 amalan, lebih banyak lebih baik dan mengurangi sebanyak-banyaknya perbuatan buruk yang mengundang dosa.
Kemudian bisa dilengkapi dengan merutinkan sholat taubat, khususnya di waktu 1/3 malam setelah sholat tahajud.
Jadi, hilangkanlah perasaan aku manusia terkutuk, tidak dipedulikan Tuhan dan dihukum Tuhan. Hilangkanlah perasaan hina, perasaan kotor, menyesal, benci pada diri sendiri.
Setelah taubat, maka rasakan bahwa Allah itu sayang sekali kepada diri kita.
Baca Juga: Kapan Seorang Hamba Bisa Bersyukur terhadap Musibah?
Meskipun kita berbuat dosa, Allah sayang sekali kepada kita dengan diingatkan melalui masalah.
Allah memberi kita masalah itu tujuannya adalah agar kita kembali kepada-Nya sehingga kita kelak akan mendapatkan surga.
Kalau Allah tidak sayang (mungkin sudah berulang kali diingatkan tapi tetap saja tidak peka) bisa jadi, Allah langsung wafatkan hamba-Nya saat hamba-Nya itu berbuat dosa sehingga akhir perjalanan hidupnya adalah neraka.
Saat orang melakukan dosa sebenarnya hatinya itu berontak kok, melawan tetapi seringkali pikirannya (yang sedang dipengaruhi setan) membenarkan.
Misalnya mencuri, orang yang mencuri pasti hatinya gelisah tetapi pikirannya membenarnya misalnya “alah enggak apa-apa, cuma sandal yang dicuri” atau “Kalau kamu tidak mencuri, keluargamu akan makan apa”.
Membiarkan/mencampakkan rasa gelisah akan sebuah kebenaran akan berujung pada tidak pekanya orang tersebut terhadap nilai-nilai kebenaran.
Hati terus menerus terkotori sehingga menjadi hitam dan sudah tidak mampu menerima ilham Ilahi.
Hatinya sudah keras, membatu sehingga apapun peringatan yang ia dapatkan, ia sudah tidak tersentuh sama sekali.
Hatinya sudah mati, sudah tidak peka lagi dengan kebenaran, tidak peka dengan petunjuk Tuhan, hatinya membatu dan keras. Jalan hidup yang ia pilih salah, bermaksiat lagi, berdosa lagi.
Jadi, Insya Allah, selama kita masih bernafas, masih hidup, maka masih ada kesempatan untuk meminta ampun kepada Allah.
Dan setelah bertobat meminta ampun kepada Allah, berkomitmenlah pada diri sendiri untuk versi yang terbaik.
Berkatalah pada diri sendiri bahwa kita sudah berubah, kita harus menjadi lebih baik lagi, menjadi hamba-Nya yang sholeh/sholehah, yang bermanfaat bagi orang lain.
Semoga kita menjadi bagian sebagaimana yang disampaikan Umar bin Khattab: “Terkadang, orang dengan masa lalu paling kelam akan menciptakan masa depan yang paling cerah”.[ind]