JADI sabar yang sebenarnya adalah sabar ketika di awal cobaan bukan ketika sudah pasrah, sudah ikhlas, sudah tenang .. berat memang.
Apa-apa memang harus berkualitas ..
Ini kisah yang semalam aku baca dari buku Renungan Qalbu. Aku share di sini yaa ..
Suatu hari, ketika Nabi sedang berjalan, beliau melintas di depan rumah seorang wanita. Setelah dekat, tahulah Nabi bahwa wanita itu ternyata seorang ibu yang tengah menangis meratapi kematian anaknya.
Si ibu menangis meraung-raung sehingga suara tangisnya terdengar ke mana-mana.
Pada saat berhadapan dengan ibu itulah Nabi kemudian berkata,
‘Bersabarlah wahai ibu!”
Mendengar suara yang ditujukan kepadanya, ibu itu dengan spontan menoleh kepada Nabi seraya berkata dengan nada ketus dan masih sambil menangis, “Engkau tentu saja bisa berkata begitu kepadaku, sebab yang mati bukan anakmu!”
Mendengar jawaban ibu tersebut, Nabi tidak marah, beliau kemudian melanjutkan perjalanannya.
Baca juga: Tiga Jenis Hati Manusia
Sabar yang Sebenarnya
Selang beberapa waktu, seseorang yang rupanya sedari tadi mengamati dialog ibu tersebut dengan Nabi, datang menghampiri sang ibu.
la bertanya, “Apakah yang dikatakan orang itu kepadamu?” Ibu itu menjawab, “la seenaknya menyuruhku bersabar.”
“Lalu apa yang engkau katakan kepadanya?”
“Aku katakan, bahwa dia bisa berkata begitu karena yang mati bukan anaknya.”
‘Mengapa engkau berkata begitu kepada Nabi?”
‘Astaghfirullah … aku telah khilaf….,” kata ibu itu terhenyak.
Ibu itu seketika menjadi menyesal telah memberikan jawaban yang tidak pantas.
Setelah tenang kembali, ia pun segera mencari dan menghadap Nabi.
Kepada Nabi, ia berkata, “Maafkan saya wahai Rasulullah, karena saya telah berlaku tidak sopan kepada Anda.
Tapi sungguh, saya tadi benar-benar dalam keadaan terpukul karena kematian anak saya. Kini saya telah menjadi tenang, dan saya akan bersabar.”
Rasulullah saw pun kemudian berkata, “Ketahuilah wahai ibu, bahwa inti ke-sabaran adalah pada pukulan pertama.”
(Maksudnya, seseorang itu
dituntut untuk bersabar justru pada saat ia pertama kali mendapat musibah, bukan setelah hatinya menjadi tenang dan pikirannya menjadi terang benderang).
Kisah ini membuat aku berfikir semalaman ..





