HARI ini usia perkawinan kami yang ke-21. Sudah 21 tahun lalu, jam segini aku lagi deg-degan dengan mengenakan baju yang ribet setengah mati. Tahu kan tipe kain songket Palembang yang harus diikat dengan tali di pinggang.
Dan membuat kita susah bernapas dan hanya dapat makan sedikit. Alhamdulillah aku pakai baju kayak gitu cukup sekali saja dalam seumur hidupku.
Oh ya aku menikah tanpa pacaran. Aku orangnya tidak sabaran, buatku pacaran itu wasting time. Udah diemek-emek trus nggak jadi pula. Aku juga takut kulitku kendur. Aku adalah tipe yang goal oriented. Langsung pada tujuan, mau sama aku atau enggak! Haha.
Karena tidak pacaran, kami hanya telepon-teleponan dan itu pun nggak seru. Karena waktu itu kan lagi jaim alias jaga image. Nonton bioskop juga nggak karena aku takut film horor.
Mungkin ketika itu sebagian besar teman-temanku tidak diundang. Aku hanya ingat persiapan nikah sangat cepat dan aku seperti nikah mendadak. Kenapa ya? Aku lupa, tetapi memang aku orangnya pengen cepat, nikah pun mau cepat-cepat.
Jadi, begitu ada yang melamar, aku langsung terima biar cepat. Nikah kan ibadah, jadi segerakanlah. Haha.
Baca juga: Kaisar Itu Bernama Ramadhan
Perkawinan penuh onak dan bunga
Lalu pernikahan yang ada tentu saja penuh onak dan bunga. Aku tidak suka duri. Kami jarang bertengkar bukan karena jarang bertemu. Aku tahu, suamiku itu adalah yang terbaik untukku bukan untukmu.
Karena itu kalau ada yang bikin konflik biasanya sih nggak lama, paling lima menit. Aku tidak pernah memikirkannya sampai mendalam dan tak sampai terisak-isak. Aku nggak suka bawa perasaan alias baper.
Tidak sempat baper karena pekerjaan banyak. Tukang sayur sudah menunggu. Dan juga masalahku di kantor sudah banyak. Kadang pas sore aku lupa, tadi pagi masalahnya apa ya?!
Selain itu, aku tidak mau ribut untuk hal yang nggak penting. Lebih baik cari persamaan daripada perbedaan. Aku tidak tahu kekurangan suamiku. Aku nggak peduli. Yang aku lihat dan aku pikirkan hanya kebaikannya saja.
Aku juga nggak menuntut apa-apa. Ada uang berapa saja dikasihnya aku bersyukur. Jadi ada uang aku sayang, makin banyak makin sayang. Aku tipe perempuan setia kalau dilihat dari segi itu. Hehe.
Buatku hidup pernikahan itu harus dinikmati bukan untuk disesali. Toh dia itu pilihanku, bukan pilihan Pak RT. Aku tidak suka golput, aku wanita pemilih.
Senjata awet dalam pernikahan
Intinya, kalau suamiku bilang ini itu aku sih iya-iya saja. Bilang ‘iya’ kan mudah dan cepat. Kecuali kalau minta nikah lagi. Bisa aku samperin. Hehehe.
Senjataku cuma 4 kata;
1. Iya, kalau sudah dijawab iya walau aku nggak mengerti beliau sudah senang. Kalau senang maka aku bisa diajak jalan-jalan.
2. Maaf, walau yang salah beliau, sudah deh jangan dipikirin. Pokoknya walau bukan salah kita, minta maaf saja. Nggak bayar kok.
3. Insha Allah.
4. Oke, biasanya kalau di-sms panjang lebar, kalau nggak susah-susah amat, bilang aja OK. Kadang dia lupa kok apa yang dia minta. Biasanya makin banyak permintaan makin banyak lupa.
Intinya tuh jawab saja, “Ya, Mas. Oke Mas. Inshaa Allah. Maaf yaa.”
Hidup pernikahan katanya banyak masalah, aku sih tidak merasakan hal itu. Semuanya biasa saja dan baik-baik saja. Aku juga nggak pernah berpikir mencari gantinya atau kesal menikah dengannya.
Karena mau menikah dengan siapa saja ya pasti ada kurang ada lebihnya. Mungkin aku lebih berpikir, dulu waktu aku nikah tujuannya apa? Ya sudah kembali saja pada tujuan semula. Jadi nggak pusing cari tujuan baru.
Setelah 21 tahun menikah, aku berpikir, dialah memang yang terbaik dan cocok untukku. Aku tidak bisa bayangkan kalau tidak menikah dengan suamiku ini. Belum tentu dapat bertahan selama ini.
Lalu setelah cerita soal pernikahanku, bukan berarti aku mau ngumbar kata-kata sayang atau love buat suami di media sosial. Atau mengakhiri artikel ini dengan ucapan, “I love you my husband,” ah di kartu-kartu juga banyak.
Tapi dengan bertahan 21 tahun dan Insha Allah selamanya, semua orang tahu laa yaa, “The power of my love.”
Doa untuk pernikahan
As info, suamiku pendiam dan aku cerewet. Beliau tenang aku meledak-ledak. Ibaratnya dia itu lautan yang dalam dan aku ikan paus yang kepanasan. Dia kalem dan aku ceria nggak keruan. Tetapi selalu ada jalan tengah untuk kami.
Dan buatku, “He is my Hero.” Kebetulan namanya ‘Hero’ bukan Bejo.
Kalau namanya Bejo, lalu aku katakan, “He is my Bejo.”
Wah kan nggak cocok ya. Hehehe. Alhamdulillah namanya Hero (sesuai antara nama dengan job-nya).
Ya Rabb, Tambahkanlah cintaku padanya dan tambahkanlah cintanya padaku, agar bertambah pula cinta kami padaMu.
“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih dan sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih dan sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih dan sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya.” (HR. Abu Sa’id)
– 25 Des (1994-2015) –
Website: