KETIKA kaisar Ramadhan berjalan di ramadhan boulevard
Siang ini adalah siang yang kesekian dimana tidak ada makanan dan minuman di atas meja. Hal ini membuat aku merenung. “Subhanallah, ternyata manusia bisa yah, diapakan saja. Bahkan disuruh apa saja juga bisa asalkan masih ada sepercik iman di dada manusia itu.”
Jika biasanya meja makan selama ini penuh dengan makanan dari pagi hingga malam hari. At least ada kerupuk sisa makan bubur pagi hari, mewakili keberadaan makanan dan minuman di meja makan ini. Pada hari-hari di luar ramadhan.
Namun ketika ramadhan datang sebagai tuan besar, berjalan anggun seperti seorang kaisar. Semua orang menyambutnya dan setan-setan pun kabur menghindarinya. Memilih dipenjara daripada berjumpa dengannya.
Maka semua makanan dan minuman pun lenyap tersingkir tak berjaya. Akan dielu-elukan kembali ketika saatnya tiba. Dan lagi-lagi ramadhan yang berkuasa untuk menentukan kapan boleh ada makanan serta minuman di meja untuk dilahap semuanya dan harus berhenti bila waktunya tiba.
Kaisar ramadhan berjalan ke kiri dan ke kanan, melongok semua penduduk disemua penjuru negeri. Gayanya memang seperti kaisar, namun sesungguhnya dia adalah hamba yang sangat tunduk dan patuh pada kaisar yang sesungguhnya, Allah robbul izzati.
Baca juga: Zaman Sosial Media dan Fenomena Left Group
Kaisar Ramadhan
Kaisar Ramadhan hanya menjalankan perintah untuk mengontrol iman manusia. Menahan hawa nafsu manusia. Mentraining tanpa menerima bayaran, dan mengibarkan bendera keberkahan bagi semua orang di seluruh dunia dari Cina pedagang kain sampai abang-abang tukang songkok di tanah abang, semua kecipratan berkahnya, dan ramadhan hanya menjalankan tugasnya untuk datang sebulan dan pergi kemudian.
Ramadhan itu pun dengan baju kebesarannya akan berjalan di ramadhan boulevard, perlahan tapi pasti, pergi meninggalkan dunia. Ketika itu ada sebagian orang yang sibuk menghitung hari, kapan ramadhan pergi digantikan dengan lebaran yang melenakan hati, mereka adalah golongan orang-orang yang merasa lelah dan tertekan dengan datangnya ramadhan, tersiksa karena disuruh berpuasa dan mereka adalah golongan orang-orang yang merugi.
Namun kebanyakan orang beriman yang menangis meratap dan memegang ujung jubah sang ramadhan yang sudah seperti kasiar dan raja-raja, merapat dan bertanya: “kapan engkau kembali lagi..? Jangan tinggalkan kami, karena bila kau tidak ada, maka hawa nafsu yang menggelora membuat kami menjadi budak dari padanya, dan membuat kami tidak berdaya.
Ramadhan tidak berani menoleh ke belakang, khawatir jatuh kasihan melihat umat yang meratap dan menginginkannya tinggal selamanya,karena dengan adanya ramadhan maka dunia nampak penuh warna dan sakinah.
Keberkahan ada dimana-mana, ukhuwah begitu kental terasa dan hati ini seperti disayat, ketika Al Quran didengungkan dimana-mana, dan orang berlomba memegang Al Quran, walau ratingnya masih beda tipis dengan banyaknya orang yang memegang handphone.
Sungguh ramadhan terasa lain, artis-artis dan perempuan yang biasa mengumbar aurat pun segan terhadap ramadhan, entah mengapa tiba-tiba ada saja tambahan kain untuk menutupi ketelanjangannya. Orang-orang yang bermaksiatpun merasa malu untuk mengumbar kemaskiatannya, walau rasa malunya belum terlalu besar.
“Menghitung hari”
Menghitung hari.., mungkin bukan malaikat saja yang menghitung hari, berapa lama lagi akan mengiringi kaisar ramadhan mengelilingi negeri dan terakhir membawa pundi-pundi pahala yang akan ditebarkan khusus pada malam Laiatul Qodr.
Kaisar ramadhan, akan berjalan anggun kembali selama beberapa hari di ramadhan boulevard, dan kembali pada tahun yang akan datang, dan lagi dan datang lagi sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya yang selalu berbuat dosa. Dia utus kaisar ramadhan untuk membuat manusia ingat, untuk apa ia hidup, tidak ada kecuali hanya untuk beribadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS: Adz Adzariat: 56]
Dan Allah maha tahu, tanpa adanya ramadhan, dimana lagi pahala dilipatgandakan dan motivasi untuk ibadah menjadi demikian tinggi, maka jika tidak ada ramadhan mungkin manusia tidak akan pernah cukup memiliki bekal untuk melewati harinya di padang masyar.
Sungguh… ramadhan itu diutus untuk menolong kita, mempercepat penumpukan bekal, maka celakalah orang yang menyianyiakan ramadhan. Baginya ada ramadhan atau tidak ada ramadhan sama saja. Dan setelah ditraining sebulan penuh, tetap saja menjadi pendosa, maka ingatlah bahwa bila waktunya tiba. Tidak ada seorang pun yang sanggup memberi pertolongan baik harta, suami, istri ataupun orang tua kita.
Website: