Begitu juga suami pada istri, istri pada suami. Kenapa sih kita nggak terima saja yang dia punya dan nggak usah minta yang dia nggak bisa. Maka dia nggak stres dan kita juga nggak stres. Sambil menunggu adanya perubahan kita ingat-ingat sejuta kebaikan yang dia punya.
Dan berusaha memaklumi kenapa dia begini kenapa dia begitu dan berusaha untuk empati pada perasaannya. Dan lalu pasrahkan pada Allah. Sambil nyari-nyari kesibukan yang menyenangkan untuk mengalihkan kekesalan karena tuntutan yang tak sampai.
Baca juga: Happy Mama Day (Part 3)
Multiple intelegence itu ternyata nggak cuma untuk anak-anak, tapi juga untuk pasangan. Ada pasangan yang bisa benerin strikaan tapi nggak bisa nulis sms cinta.
Lalu ada pasangan yang jago cari bunga tapi pendapatannya pas-pasan saja. Ada pasangan yang sabar tapi penampilannya kempro, ada pasangan yang modis dan rapih tapi perfectionist sampai debu pun lelah memuaskan hatinya.
Aku dengan suamiku sungguh bertolak belakang. Aku berantakan, dia rapi. Lalu aku agak kempro dan cuek, dia pembersih. Aku suka tidur lama nggak bangun-bangun, dia tidur secukupnya. Aku kalau ngomong blak-blakan, dia formal teratur dan menyejukan.
Kemudian aku tegas sama orang, dia baiknya setengah mati sama orang. Aku suka santai santai, dia sukanya terburu-buru dan tepat waktu. Aku suka makan apa saja dan banyak, dia makan sedikit dan secukupnya.
Allah berfirman, “Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.” (QS. Al Alaq: 6)