DOA yang adil. Dalam berdoa pun ibu atau guru harus adil. Dan adil itu tidak hanya untuk urusan poligami. Tapi juga untuk urusan mendoakan dan mendengarkan juga perhatian.
Dengan langkah gontai, Ihsan kecil menuju mesjid, berwudhu dan perlahan menghirup air ke dalam hidungnya dan kemudian mengeluarkannya.
Rasanya ingin membersihkan semua dosa sebanyak-banyaknya karena rasa bersalah yang luar biasa.
“Aku hanya melihat gambar perempuan dengan lengan terbuka,”
Ahh .. Lalu diusapnya sekali lagi wajahnya dan mulai takbiratul ihram, berharap bayang-bayang lengan perempuan yang mulus hilang dari ingatan.
Fokus dan mulai menangis ketika merasakan getaran dari surah Alfatehah yang dibacanya perlahan.
Hamidani abdi ..(Lihatlah malaikatku , hamba-Ku tengah memuji Aku). Allah menjawab pujian dari hamba-Nya, setiap kali hamba-Nya membaca surat Al Fatehah.
Satu-satunya surat yang Allah jawab langsung kepada hamba-Nya… sampai di sini, Ihsan terdiam.
Namun ketika masuk surat Arrahmaan, bayangan lengan perempuan itu muncul lagi dan Ihsan berusaha keras mengusir bayangan itu dan fokus pada apa yang dibacanya.
Mencoba memahami isinya dan menghayatinya hingga fokus itu muncul lagi dan bekerja dengan baik.
Ketika rukuk dan kemudian berdiri, Ihsan teringat lagi dan menepis dalam hati “rasa dosa itu“.
Baca Juga: Sikap yang Baik Lahir dari Hati yang Lembut
Doa yang Adil
Ahh, Abang Ghufron lebih gawat lagi!
Kemarin dia bawa cewek ke kamar dan main gitar ketika maghrib, dan dia enggak sholat. Ibu diam saja. Ibu bahkan menawarkan makanan dan aku tidak ditawarkan.
Ibu mengetuk pintu kamarnya dengan lembut lalu mengingatkan adzan Isya sudah terdengar, sementara Abang cuek.
Ibu hanya menangis di dalam kamar dan tak lama, kulihat ibu mendoakannya sambil menangis dan aku yang baru saja pulang dari mengajar TPA di mesjid tak sedikit pun ibu tawarkan makan dan juga..
Dan Ihsan pun lupa sudah berapa rakaat sholat yang dikerjakannya.. astaghfirullah .
Yaa, ini kisah Ibu Sri yang suaminya sudah meninggal dunia, dan kedua anaknya lelaki sudah dewasa, yang sulung ganteng dan dimanja, cerdas tapi malas dan mengasyikkan diri dengan maksiat.
Sementara yang bungsu dekat dengan ibu dan kemudian menjadi harapan ibu dan si bungsu kemudian menjadi anak yang soleh dan mandiri. Tidak menyusahkan ibu, juga mampu menyelesaikan semua masalahnya sendiri.
Hatinya mulai geram. Setelah sholat, alih-alih berdzikir, Ihsan malah berfikir.
Abang Ghufron apa saja boleh. Pegang perempuan boleh, tidak sholat boleh, berdusta boleh. Bahkan didoakan. Didengarkan, dipercayai. Kemudian ditangisi dan didoakan lagi.
Sementara aku? Sholat sendiri tidak disuruh, bahkan terkadang bantu membangunkan ibu di kala subuh. Namun aku tak pernah melihat ibu menangis mendoakanku..
Kalau begitu, mulai hari ini aku tak mau sholat, aku mau nakal saja seperti Bang Ghufron bahkan lebih dari itu, agar ibu memperhatikan aku.
Mendoakan aku, dan aku juga tidak usah selalu mengalah dan mengalah menekan perasaanku karena dikira ibu, aku kuat, aku mandiri, aku mampu. Sementara Abang Ghufron bebas melakukan apa saja.
Dan Ihsan remaja yang dikenal taat mulai mengambil gitar dan menghirup rokok dan matanya nanar tak peduli panggilan azan dan duduk di atas tembok kecil, rembulan mulai datang dan dia mulai mendendangkan lagu sedih, melupakan Tuhannya.
Dan ibu tak sadar anaknya sudah sedikit demi sedikit melepas keimanannya.
Di tempat lain, Bang Ghufran tersedak biji salak, tak bisa bernafas. Temannya tidak ada yang panik bahkan mentertawakannya.
Akhirnya biji salak keluar juga dan terngiang ucapan ibunya: “Jangan sampai mati dalam keadaan belum sholat”.
Bergegas Bang Ghufron ke mesjid dan ketika terdengar suara azan.
Tangisnya meleleh dan ingatannya kembali bahwa hampir saja aku mati dan teman-temanku hanya mentertawakan aku, tidak ada yang peduli. Hanya ibu yang peduli.
Terima kasih ibu, engkau kerap mendoakan aku .. mengingatkan aku ..
Petang itu, petang yang dahsyat ..
Ihsan, si bungsu, anak yang taat mulai menjamah maksiat. Dan Ghufron si sulung, mulai mencari Tuhan.
Doa ibu bekerja.
Sayangnya, kebanyakan kita hanya mendoakan dan sungguh sungguh menasihati anak yang nakal atau yang kurang beriman.
Sementara yang sudah baik dan mandiri dalam ibadah, mandiri dalam menyelesaikan masalah, lupa untuk didoakan.
Sehingga yang didoakan menjadi beriman yang sudah beriman menjadi ahli maksiat..
Hikmah di balik cerita ini adalah: Sebaiknya ibu atau guru tidak lupa mendoakan anak yang nakal agar tidak nakal lagi dan anak yang taat didoakan agar selalu dalam ketaatan.
Dalam berdoa pun ibu atau guru harus adil.
Adil itu berat …temans….
Dan adil itu tidak hanya untuk urusan poligami saja. Tapi juga untuk urusan mendoakan dan mendengarkan … juga perhatian.
Agar yang kuat istiqomah dalam kekuatannya. Jangan biarkan dia mengalah terus dan dibiarkan sendirian.
Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.(Al Maidah: 8).
By: Fifi P. Jubilea, S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D. (Oklahoma, USA)
Founder and Owner of Jakarta Islamic School, Jakarta Islamic Boys Boarding School (JIBBS), Jakarta Islamic Girls Boarding School (JIGSc)
Visit: //www.facebook.com/fifi.jubilea
Jakarta Islamic School (JISc/JIBBS/JIGSc): Sekolah sirah, sekolah sunnah, sekolah thinking skills (tafakur), sekolah dzikir dan sekolah Al-Qur’an, School for leaders
For online registration, visit our website:
𝗵𝘁𝘁𝗽𝘀://𝘄𝘄𝘄.𝗷𝗮𝗸𝗮𝗿𝘁𝗮𝗶𝘀𝗹𝗮𝗺𝗶𝗰𝘀𝗰𝗵𝗼𝗼𝗹.𝗰𝗼𝗺/
Further Information:
0811-1277-155 (Ms. Indah; Fullday)
0899-9911-723 (Mr. Mubarok; Boarding)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok: