ANIES Baswedan akhirnya resmi dicalonkan sebagai Capres dari Partai Nasdem. Deklarasi yang dipimpin langsung Ketua Umum, Surya Paloh, berlangsung pada Senin (3/10). Bagaimana PKS?
Akhirnya, Partai Nasdem resmi mengumumkan siapa capres yang mereka usung. Sosok yang diusung tak lain, Anies Baswedan.
Ketika ditanya kenapa Nasdem memilih Anies, Surya Paloh dengan politis mengatakan, “Why not the best?”
Boleh jadi makna the best yang dimaksud adalah pada hasil survei terbaru sejumlah lembaga yang mendudukkan Anies pada peringkat pertama capres pilihan rakyat. Salah satu lembaga survei itu adalah CSIS.
Padahal, dari garis ideologi, CSIS boleh jadi lebih dekat ke kubu lain yang bukan memihak pada Anies Baswedan. Bisa dibilang, itulah hasil survei objektif dari sebuah lembaga yang cukup kredibel.
Pertanyaannya, kenapa deklaratornya Nasdem dan bukan PKS? Bukankah Anies secara sosial politik lebih dekat ke PKS daripada ke Nasdem.
Jawaban tentang ini boleh jadi masih rahasia strategi tiga partai calon koalisi pengusung Anies, yaitu Nasdem, PKS, dan Demokrat.
Tapi, sekali lagi, kedekatan sosial politik partai maupun massa akar rumputnya, PKS jauh lebih ‘pantas’ sebagai deklarator pengusung Anies daripada yang lain.
Hal itu juga telah dibuktikan ketika pilgub DKI 2017 lalu. PKS bisa dibilang sebagai tulang punggung untuk kesuksesan Anies sebagai gubernur DKI.
Beberapa waktu terakhir pun PKS sudah memperlihatkan secara simbolik tentang siapa capresnya. Di antaranya ketika Anies disambut meriah di kantor DPP PKS. Begitu pun ketika kemeriahan milad PKS di Istora Senayan, Mei lalu.
Apakah ada ketidak-kompakan pimpinan PKS tentang Anies? Rasanya PKS tidak memiliki tradisi seperti itu. Kalau Majelis Syuro sudah memutuskan A, maka semua kader termasuk pimpinan akan memilih A. Bukan B, C, dan lainnya.
Apakah soal dukungan dana yang dirasakan berat oleh PKS? Tentang ini, kalkulasinya agak berbeda khusus untuk kasus mendukung Anies. Karena begitu banyak relawan termasuk konglomerat yang siap dukung Anies.
Selain itu, posisi PKS selama ini memang sudah ‘dimaklumi’ para politisi. Yaitu, kekuatan partai kader ini bukan pada finansialnya. Melainkan pada mobilisasi gerak kadernya. Dan hal ini menjadikan PKS sebagai partai unik sekaligus langka.
Jadi, kenapa bukan PKS, tapi Nasdem yang lebih dahulu mendeklarasikan Anies? Padahal dari segi perolehan suara di pemilu lalu, posisinya keduanya nyaris sama kuat.
Boleh jadi, karena sosok Anies sebagai calon yang tidak biasa di situasi dan kondisi yang luar biasa. Yaitu, ketika hampir seluruh jagat elit politik ramai-ramai menjegal Anies.
Apa saja bisa distigmakan kepada Anies. Salah satunya stigma ‘kadrun’ karena Anies secara biologis merupakan warga keturunan Arab.
Ketika stigma ini pudar, muncul lagi stigma yang lebih ideologis atau ke arah basis Islamnya. Yaitu apa yang disebut dengan politik identitas.
Dari dua stigma ini, PKS merupakan partai yang paling bisa dipukul sekaligus dengan sosok Anies. Artinya, ketika dua stigma itu mengerucut pada stigma pemberlakuan syariat Islam, keadaannya menjadi begitu match atau sangat beralasan.
Anies memang sulit jika distigmakan dengan isu korupsi, karbitan, tidak kompeten, apalagi PKI. Tapi sangat ‘empuk’ untuk diserang dari sisi stigma ‘kadrun’ dan syariat Islamnya.
Dengan Nasdem sebagai deklarator Anies, dan bukan PKS, rasanya serangan yang hampir pasti dialamatkan ke Anies itu bisa buyar dengan sendirinya.
Bagi umat Islam yang mayoritas di negeri ini, siapa pemimpin berikutnya merupakan hal yang sudah ditakdirkan jauh sebelum gonjang-ganjing ini berlangsung.
Yang bisa dilakukan umat adalah ikhtiar dan doa. Khususnya, untuk kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia ke depannya. [Mh]