BADAI yang mendera lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap atau ACT tiba-tiba bertiup ke arah lain. Bukan pada kasus etik manajemennya, tapi meluas ke arah lain yang berbau Islamophobia.
Terlepas dari kasus yang mendera ACT, publik selama ini mengenal ACT sebagai lembaga kemanusiaan. Di mana ada bencana, nyaris di situ ada ACT. Mulai dari bencana banjir, gempa bumi, longsor, dan lainnya.
Bahkan bukan hanya di tanah air, di negeri muslim yang dilanda bencana seperti Palestina pun ada jejak ACT. Logo ACT sepertinya lebih sering tampil di daerah bencana dari logo lembaga lainnya, termasuk lembaga pemerintah.
Dan ketika ada kasus dugaan penyimpangan keuangan di manajemennya, itu murni kasus hukum yang mestinya tidak digeneralisir ke ACT secara keseluruhan.
Tidak lantas menggiring sosok ACT sebagai wujud lain yang sangat berbeda dengan ruang geraknya sebagai lembaga kemanusiaan.
Bukankah kasus sejenis ACT juga biasa terjadi di lembaga lain, termasuk lembaga kementrian. Ketika seorang mentri tertangkap KPK karena dugaan korupsi, tak ada yang menggiring pada pembubaran lembaga kementriannya.
Ketika ada pimpinan DPR tertangkap KPK juga karena dugaan korupsi, tak ada penggiringan pada pembubaran lembaganya.
Lebih parah lagi jika mencurigai sosok ACT dari sudut pandang lembaga kemanusiaan Islam. Seolah-olah, yang berlatar belakang Islam sangat patut diwaspadai.
Secara jujur, apa kiprah ACT selama ini dianggap merugikan masyarakat yang tertimpa bencana? Bukankah ACT selama ini telah ikut meringankan tanggung jawab pihak lain untuk menolong warga yang kesusahan.
Mestinya ACT dipandang sebagai aset bangsa yang bermanfaat untuk orang banyak. Bukan seperti sosok musuh yang jika ada kesempatan untuk menjatuhkan, habiskan ke akar-akarnya.
Kenapa tidak berangkat dari ingin memperbaiki ACT sebagai lembaga kemanusiaan yang sudah terlanjur besar dan menjadi harapan banyak orang.
Jangan-jangan karena latar belakang Islamnya. Dan publik seperti disuguhkan dengan aroma Islamophobia di balik hebohnya dugaan kasus etik pimpinan ACT. [Mh]