ChanelMuslim.com – Sara Zemmahi, seorang Muslimah Prancis, masuk dalam daftar korban sentimen anti Muslim setelah partai yang berkuasa menarik dukungannya untuk pencalonannya sebagai anggota dewan lokal.
Baca juga: Pasangan Muslim Toronto Lawan Islamofobia Lewat Medsos
Alasan penarikan dukungan kepada dirinya karena dia berpose berhijab dalam poster kampanye.
Teknisi laboratorium berusia 26 tahun itu dan tiga kandidat lainnya yang pernah bernasib sama kini mencalonkan diri sebagai calon independen di kota selatan Montpellier dengan slogan “Berbeda tapi bersatu untuk Anda”.
“Kami tidak akan menyerah,” kata Zemmahi kepada Reuters.
Anak muda Muslim itu muncul di tengah pertikaian nasional atas identitas setelah sayap kanan menggunakan poster hijabnya sebagai bukti untuk mengeliminasi dia dan menunjukkan partai Presiden Emanuel Macron yang berkuasa lemah dalam melindungi nilai-nilai sekuler Prancis.
Maju sebagai calon independen, Zemmahi mengatakan dia ingin fokus pada mempromosikan kesempatan yang sama dan memerangi diskriminasi serta sentimen anti Muslim.
“Ini lingkungan saya, saya lahir di sini. Jilbab tidak menjadi masalah bagi kami berempat.”
Terlepas dari impian Zemmahi, Laïcité, sekularisme versi Prancis, akan menjadi pusat pertempuran kampanye menjelang pemilihan presiden 2022.
Jajak pendapat menunjukkan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen akan menjadi penantang terbesar Macron.
“Saat Anda memakai simbol agama di poster kampanye, itu menjadi tindakan politik,” kata juru bicara LaRem, Roland Lescure kepada Reuters.
“Saya lebih suka kandidat kami dan pejabat terpilih kami berbicara kepada semua warga negara.”
Anggota parlemen LaRem Coralie Dubost menyatakan penyesalannya atas sikap partainya: “Dia harus mendapat tempat di partai kita apakah dia mengenakan jilbab atau tidak.”
Mahfoud Benali, yang mengepalai tiket Zemmahi, bagaimanapun, percaya Prancis sedang berubah.
“Saya mendukung pejabat terpilih yang mencerminkan masyarakat,” katanya.
Islam melihat hijab sebagai aturan berpakaian yang wajib, bukan simbol agama yang menunjukkan afiliasi seseorang.
Apa yang wanita Muslim pilih untuk dipakai adalah topik kontroversial di Prancis, sebuah masyarakat sekuler resmi yang melarang tanda dan simbol agama dalam kehidupan publik.
Pada tahun 2004, Perancis melarang jilbab di sekolah umum, dan pada tahun 2010, menjadi negara Eropa pertama yang melarang burqa, yang menutupi wajah wanita.
Wanita bercadar menghadapi pengawasan rutin dalam kehidupan publik.
Pada tahun 2018, Maryam Pougetoux, seorang pemimpin serikat mahasiswa, muncul dalam jilbab selama wawancara di televisi nasional yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Wawancara tersebut meluncurkan polemik serupa yang membuatnya berada di sampul publikasi satir Charlie Hebdo, yang menggambarkannya sebagai monyet. Saat itu, dia masih berusia 19 tahun.[ah/aboutislam]