ChanelMuslim.com – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, menegaskan konten Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (ciptaker) berpotensi merusak sistem pendidikan tinggi (PT), menurunkan kualitas pengajaran sekaligus menghilangkan jati diri kebudayaan Indonesia. Sebab dalam draf RUU setebal lebih dari 1.000 halaman itu dihilangkan frase “berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia” yang sebelumnya tercantum di Ketentuan Umum Pendidikan Tinggi.
Mulyanto menilai Pemerintah terlalu obsesif melayani investor sampai berani mengorbankan bagian penting sistem pendidikan tinggi. UUD 1945, pasal 31 ayat (5) mengamanatkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Selanjutnya dalam pasal 32 disebutkan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia…”
“Bagaimana negara akan memajukan kebudayan Nasional, bila di dalam penyelenggaraan pendidikan nilai-nilai kebudayaan tidak dijadikan sebagai pilar,” tanya Mulyanto.
Mulyanto juga menyoroti penghapusan kewenangan Menteri Agama dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan. RUU kontroversial itu tidak menjelaskan siapa yang selanjutnya berwenang mengelola perguruan tinggi keagamaan.
“Ini tentu akan menimbulkan kegaduhan baru. Selama ini pendidikan tinggi keagamaan menjadi sumber SDM intelektual keagamaan, yang merupakan kelanjutan dari pesantren dan sangat terikat dengan sektor keagamaan.
Kalaupun mereka membuka jurusan-jurusan umum, namun ruh-nya tetap dalam bingkai keagamaan.
Maka memisahkan keduanya seperti memisahkan ikan dari kolamnya. Pemerintah harus bisa menjelasan alasannya,” tegas anggota Badan Legislasi DPR RI ini.
Hal lain yang disorot Mulyanto adalah dihapuskannya syarat standar minimum akreditasi pendirian PT dan izin penyelenggaraan program studi. Begitu juga dengan perpanjangan akreditasi akan ditiadakan.
Menurut Mulyanto ketentuan baru ini memang memudahkan namun akan mengorbankan pembinaan mutu PT dan program studi.
“Kesannya Pemerintah ingin semua asal jalan dulu. Soal kualitas akan dipikirkan nanti,” terka Mulyanto.
Mulyanto juga menilai RUU Ciptaker ini terlalu longgar dalam pemberian izin penyelengaraan pendidikan tinggi untuk PT asing. Terlihat dari pasal-pasal yang memudahkan seperti: dihapuskannya persyaratan terakreditasi dan/atau diakui di Negara asal PT asing; dihapuskannya prinsip nirlaba; dihapuskannya kewajiban bekerja sama dengan PT Indonesia; mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan lokal; serta kewajiban mendukung kepentingan nasional. Sehingga, kita tidak yakin kemanfaatan eksistensi PT asing tersebut bagi upaya pembangunan pendidikan tinggi di Indonesia.
“Masalah-masalah itu harus dibahas secara komprehensif, mendalam, dan cermat oleh semua pihak yang terkait. Tidak boleh grasa-grusu dan sikap menggampangkan. Kita butuh suasana yang tenang. Masak membahas hal besar seperti ini hanya melalui rapat secara virtual. Sebab masalah ini berkaitan langsung dengan masa depan bagi generasi muda intelektual kita.
Jika kita tidak seksama membahas pokok masalah tersebut, maka kita hanya akan menuai kondisi ketidakmampuan Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD NRI tahun 1945. Ini tentu tidak kita kehendaki,” ujar mantan Inspektur Jenderal Departemen Pertanian ini.