APAKAH boikot berhasil membawa perubahan?
Dilansir dari trtworld, sejak Oktober, boikot Coca-Cola di Bangladesh telah menyebabkan penjualan anjlok hingga merek bernilai miliaran dolar itu mengambil tindakan nekat.
Bulan lalu, perusahaan itu merilis iklan yang tidak dirancang dengan baik yang mendapat perhatian karena semua alasan yang salah.
Di dalamnya, Coca-Cola menyebut Israel sebagai tempat yang bahkan tidak dapat disebutkan namanya, memperkuat reputasi negara paria di sebagian dunia Muslim.
Iklan tersebut juga secara keliru menyatakan bahwa Coke masih dinikmati di Turki, mengabaikan keputusan negara itu pada bulan November untuk berhenti memasoknya di parlemen dan seruan boikot nasional.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Iklan tersebut kemudian mencoba memberi lampu hijau kepada Coca-Cola dengan menyatakan bahwa mereka memiliki pabrik di Palestina, namun tidak menjelaskan rinciannya.
Memang, Gaza telah menjadi lokasi pabrik pembotolan Coca-Cola sejak 1998, berkat pengusaha Palestina kelahiran Jaffa, Zahi Khouri.
Namun, pabrik itu hancur akibat serangan udara Israel beberapa tahun lalu, dalam serangan di Gaza pada 2021.
Fasilitas Coca-Cola lainnya ada di wilayah pendudukan, seperti pabrik di Atarot, pemukiman ilegal Israel yang dibangun di atas tanah Palestina yang dicuri dan dianggap ilegal berdasarkan hukum humaniter internasional.
Baca juga: KFC Malaysia Menutup Ratusan Gerai di Tengah Aksi Boikot
Apakah Boikot Berhasil Membawa Perubahan (1)
Pabrik Atarot telah diprotes sebelumnya, Friends of Al Aqsa meluncurkan kampanye #NotInMyFridge pada bulan Desember 2014, menyerukan boikot Coca-Cola karena mengambil untung dari pendudukan ilegal.
Pada tahun 2020, LSM Palestina Al Haq mewawancarai keluarga Palestina dari Atarot tentang kesulitan hidup di lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar minimum untuk hak atas perumahan yang layak.
Boikot seperti ini merupakan bagian dari gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang dipimpin Palestina, yang sejak tahun 2005 telah berupaya memobilisasi tekanan internasional terhadap Israel agar mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina.
Perusahaan seperti jaringan kopi Starbucks dan McDonalds juga masuk dalam daftar boikot dengan laporan yang menunjukkan mereka juga terkena dampaknya.
Pada awal Maret, McDonald’s mengumumkan kerugian penjualan sebesar $7 miliar di seluruh kawasan Arab akibat boikot tersebut, sementara pada bulan Februari CEO Starbucks Laxman Narasimhan melaporkan penjualan yang lebih lambat pada bulan pertama tahun 2024, yang menyebabkan penurunan harga sahamnya.[Sdz]