Oleh: Sirat Rizhqi P. (Pengajar Alquran)
ChanelMuslim.com-Seorang ibu yang tangguh adalah prasyarat mutlak menghasilkan anak yang sholih. Tangguh dalam hal ini mencakup keimanan, akal dan fisik.
Peran seorang Ibu dalam mendidik anak begitu besar sehingga Allah dalam Alquran menyebutkan beberapa kisah teladan para Ibu sepanjang zaman, ibunda nabi Musa as, Ibunda nabi Isa as, Ibunda nabi Ismail As.
Ada dua kata yang dipakai Alquran untuk menyebutkan ibu, yang pertama “Umm” dan yang kedua “Walidah”. Kata “umm”, digunakan Alquran untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang mulia dan penting. Sebagaimana Umm hanya pantas disandang seorang Ibu yang ikhlas dan tekun mendidik anak-anaknya.
Alquran mengisahkan tentang Isa as dan tentang karakter dan sifat ibunya yang mulia, Ia menggunakan kata “umm”. Allah berfirman,
مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
“Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al Maidah : 75)
Sedangkan kata “walidah” disematkan kepada perempuan yang melahirkan anak, tanpa melihat tabiat dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Sebab tidak sedikit perempuan yang melahirkan tanpa disertai usaha mendidik anak dengan baik. Bahkan tega menjual atau menjerumuskan anaknya dalam kejahatan. Na’udzubillah…
Bagaimana seorang muslimah mempersiapkan dirinya agar menjadi ibu yang tangguh?
1. Bekal ilmu
Ibu adalah sekolah pertama seorang anak. Kecerdasan Ibu dalam menjaga dan merawat fitrah anak menjadikan ia bernilai tinggi di sisi Allah. Ilmu yang terpenting dan pertama kali harus dimiliki seorang ibu adalah tauhid. Dengan tauhid yang benar, ibu mengenalkan anak kepada Allah, menanamkan kecintaan anak kepada Allah, rasul-Nya, Alquran. Dengan demikian, pada akhirnya muncul rasa bangga dan ghirah kepada agama Islam. Mencontoh perhatian yang tinggi terhadap tauhid oleh generasi terdahulu (salafus sholeh), di antara tugas pertama ibu di awal usia anak adalah menanamkan kalimat laa Ila haillallah. Kalimat ini diulang setiap saat, sehingga kata pertama yang diucapkan anak adalah “Allah” bukan kata seperti “Ibu”, “bapak”, atau kata lainnya.
Setelah ilmu mengenai tauhid, seorang Ibu perlu berbekal dengan ilmu yang berkaitan dengan ibadah, baik ibadah khusus (sholat, puasa, zakat, bersuci) maupun ibadah secara umum. Karena rumah sebagai sekolah pertama anak bertugas menyiapkan anak mengemban syariat di usia baligh mereka. Ketika baligh anak sudah memikul dosa. Apabila seorang anak yang baligh melanggar perintah Allah, misal ia lalai dalam sholat atau wudhunya, lalai dengan puasanya, lalai dengan hijabnya.
Ilmu selanjutnya yang harus disiapkan seorang ibu adalah ilmu mengenai metode mendidik anak.
Islam memiliki metode mendidik anak yang khas, berurutan dan bertahap. Berurutan, sebagai contoh hendaknya orang tua atau sekolah menguatkan keimanan terlebih dahulu sebelum mengajarkan Alquran.
عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا »
Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Alquran. Lalu setelah itu kami mempelajari Alquran hingga bertambahlah iman kami pada Alquran. (HR. Ibnu Majah, no. 61. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Dengan mengajarkan sesuai urutan, kita tidak akan menjumpai anak yang memiliki hafalan banyak tapi malas sholat, berprestasi di sekolah tapi kurang tata krama terhadap orang tua.
Bertahap sesuai jenjang usia, sebagai contoh, di usia 7 tahun diajarkan sholat tanpa paksaan baru ketika 10 tahun anak belum mau sholat maka boleh dipukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Contoh lainnya, ketika berusia 10 tahun hendaknya anak baru diajarkan berdagang, merujuk sejarah Rasullullah berdagang di usia 10 tahun.
Mempercepat proses yang tidak sesuai tahapan akan menghadirkan masalah dalam perkembangan anak.
Ilmu yang lain yang perlu disiapkan adalah ilmu yang sifatnya mendukung seperti, kesehatan, keterampilan memasak, memijat, menjahit dll.
Seorang ibu hendaknya bersemangat menghadiri majelis ilmu, menyimak dengan perhatian dan bersegera dalam mengamalkan.
2. Bekal Taqwa
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, “Bekal yang sebenarnya yang tetap mesti ada di dunia dan di akhirat adalah bekal takwa, ini adalah bekal yang mesti dibawa untuk negeri akhirat yang kekal abadi.”
Mendidik anak adalah perjalanan panjang, dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Panjangnya jalan mendidik anak dapat kita tilik dalam kisah rumah tangga Puri Nabi Fathimah dan Ali ra, Rasullullah masih terus menasihati, memberi arahan meskipun anaknya telah menikah.
Taqwa berwujud keadaan selalu merasa diawasi oleh Allah. Taqwa akan mendorong sikap ihsan, melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya karena Allah menyaksikan dan memberi penilaian.
Ibu yang bertaqwa akan melakukan perannya dengan sebaik-baiknya.
Menurut Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid hafizhahullah, salah satu perkara yang dapat menambah ketakwaan di dalam hati adalah bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah Taala. Allah akan membalas usahanya tersebut dengan menambahkan hidayah dan ketakwaan. Dengan demikian, Allah membantunya untuk melaksanakan perintah Allah, membukakan pintu-pintu kebaikan dan ketaatan, serta memudahkan dirinya untuk melakukan ketaatan dan kebaikan yang sebelumnya sulit untuk dilakukan. Dengan kata lain, teruslah melakukan kebaikan yang disukai Allah, maka kebaikan itu akan menyebabkan kemudahan dalam melakukan kebaikan lainnya.
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْواهُمْ
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah akan menambah hidayah kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaan.” (Muhammad: 17).
Hal lain yang juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah berakhlak dengan akhlak dan sifat orang yang bertakwa. Sebagaimana
Allah Taala berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah termasuk kebajikan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan di tengah perjalanannya, dan orang yang meminta-minta dan memerdekakan budak, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (keimanannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqoroh: 177).
Berakhlaq terpuji akan membantu seorang Ibu untuk meningkatkan taqwa. Berakhlaq terpuji selain meningkatkan taqwa, menurut Dr. Ahmad Kusayer Dalam buku Seni Menikmati Hidup, berakhlaq menjadi pendorong kebahagiaan seorang Ibu. Dengan demikian, orang yang memiliki akhlaq yang baik adalah orang yang bahagia. Ibu yang bertaqwa adalah ibu yang bahagia, bergairah hidupnya, penuh makna dan kemanfaatan. Dan hanya Ibu yang bahagia yang bisa mendidik anak yang bahagia, bersemangat, penuh syukur, pantang mengeluh dan menyalahkan keadaan. Inilah keteladanan yang sesungguhnya.
3. Bekal Fisik
Bekal yang tak kalah penting adalah bekal fisik. Seorang ibu yang memperhatikan kesehatan dirinya akan memiliki “nafas panjang” dalam mencetak anak sholih. Gesit dan aktif dalam keseharian. Seringkali seorang Ibu tidak memberi hak yang cukup terhadap fisiknya, terlambat makan, kurang olahraga, kurang istirahat, kurang memperhatikan gizi dari makanannya, beberapa berlebihan dalam hal makanan. Hal ini akan memunculkan penyakit, yang paling sering adalah maag, obesitas, gangguan syaraf tulang belakang, tekanan darah tinggi.
Apabila menilik sejarah akan dijumpai generasi emas para sahabiyah di zaman Rasullullah tidak hanya bersemangat memiliki anak banyak yang tentunya menguras fisik, tetapi juga mereka turut dalam peperangan sebagai perawat bahkan ada yang ikut memanggul senjata.
Fisik dijaga dengan makanan yang bergizi dan cukup minum air putih, secara kuantitas diperhatikan sehingga tidak kekurangan atau berlebihan, memperhatikan waktu sehingga tidak terlambat.
Membiasakan diri dengan berbagai pekerjaan rumah meskipun ada asisten rumah tangga, hal ini bermanfaat menggerakkan tubuh. Tubuh yang aktif efektif menghindarkan penyakit. Apalagi jika merutinkan olahraga.
Seorang ibu juga hendaknya mempelajari dan mempraktekkan sunnah nabi dalam segala hal termasuk makan, tidur, mandi, berwudhu karena semua mengandung manfaat hikmah kesehatan.
Penutup
Demikianlah, semoga Allah Taala senantiasa memberi petunjuk dan hidayah kepada para Ibu, agar semakin mensyukuri menyadari tugas dan peran mereka dalam Islam, yakni menyiapkan anak sholih dan agar mereka senantiasa berbekal dalam mendidik generasi Islam.
Wallahu’alam bi showab
Jatiasih, 2018
(ind)