ChanelMuslim.com – Sahabat Muslim, berikut niat puasa ayyamul bidh yang jatuh pada bulan Rajab 1443 H atau Februari 2022 yaitu hari Senin sampai Rabu, 14 hingga 16 Februari 2022.
Berdasarkan perhitungan bulan Hijriyah, puasa ayyamul bidh atau pertengahan bulan dilakukan pada tanggal 13, 14, dan 15 Hijriyah.
Puasa atau shaum ayyamil bids pada bulan Rajab atau Februari 2022 insya Allah jatuh pada tanggal:
13 Rajab 1443 H = Senin, 14 Februari 2022
14 Rajab 1443 H = Selasa, 15 Februari 2022
15 Rajab 1443 H = Rabu , 16 Februari 2022
Dari Abdullah bin Amru bin Al Ash, Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh cukup bagimu berpuasa selama 3 hari dalam setiap bulan, sebab kamu akan menerima sepuluh kali lipat pada setiap kebaikan yg kaulakukan. Karena itu maka Puasa Ayyamul Bidh sama dengan berpuasa setahun penuh”. (HR Bukhari-Muslim)
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa pada prinsipnya, puasa Ayyamul Bidh adalah pada tanggal 13, 14, 15, tiap bulan hijriyah. Disebut Ayyamul Bidh (hari-hari putih) karena itu hari di mana bulan terang benderang. Ketetapan tanggal tersebut berdasarkan hadits berikut:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Wahai Abu Dzar, jika kamu berpuasa dalam satu bulan sebanyak tiga hari maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15.” [1]
Baca Juga: Hukum Puasa Ayyamul Bidh Bukan pada Harinya
Niat Puasa Ayyamul Bidh Lengkap dengan Huruf Arab dan Latin
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ اَيَّامَ اْلبِيْضِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaytu shouma ghodin ayyaamal biidh sunnatan lilLaahi ta’ala
Artinya: Saya berniat puasa sunnah ayyamul bidh karena Allah ta’ala
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلاَثٍ: «صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ»
Kekasihku – Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam – telah mewasiatkan kepadaku tiga hal: 1. Berpuasa tiga hari tiap bulannya, 2. Dua rakaat dhuha, 3. Shalat witir sebelum tidur. [2]
Walau hadits ini tidak menyebut tanggal dan nama ayyamul bidh, namun oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya diberi judul:
بَابُ صِيَامِ أَيَّامِ البِيضِ: ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَة
“Bab puasa Ayyamul Bidh: tanggal 13, 14, dan 15”
Namun, tidak berarti urutan tanggal tersebut adalah urutan baku. Jika seseorang melakukan puasa tiga hari tiap bulannya dan bukan di tanggal tersebut maka itu tidaklah mengapa, dan dia tetap telah menjalankan sunnah.
Hal tersebut berdasarkan hadits Mu’adzah al ‘Adawiyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
«أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؟» قَالَتْ: «نَعَمْ»، فَقُلْتُ لَهَا: «مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ؟» قَالَتْ: «لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ»
“Apakah Rasulullah berpuasa tiap bulannya sebanyak tiga hari?” Aisyah menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Di hari apa pada bulan tersebut dia berpuasa?” Aisyah menjawab: “Dia berpuasa tiga hari tsb tidak mementingkan di hari yang mana pada bulan tersebut.” [3]
Al Qadhi ‘Iyyadh Rahimahullah menjelaskan: “Puasa tiga hari pada tiap bulan menurut segolongan salaf dan ulama adalah hal yang tidak diperselisihkan lagi (kesunnahannya) dan TIDAK ADA hari spesifiknya.” [4]
Tanggal 13, 14, 15 maka itu lebih utama. Siapa yang bisa puasa pada sebagian hari itu, lalu disempurnakan di hari lain maka tidak apa-apa.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
يستحب صيام ثلاثة أيام من كل شهر ، والأفضل أن تكون أيام البيض وهي الثالث عشر والرابع عشر والخامس عشر .
Disunnahkan berpuasa tiga hari pada tiap bulannya, namun yang lebih utama adalah di ayyamul bidh, yaitu tanggal 13, 14, 15. [5]
Demikian. Wallahu a’lam. Kalau belum biasa puasa, kamu bisa bantu bagikan artikel, Insya Allah, nanti kalau ada yang puasa karena kamu ingatkan, pahalanya mengalir juga buat kamu. [ind]
Referensi:
[1] HR. At Tirmidzi no. 761, Imam At Tirmidzi berkata: hasan
[2] HR. Bukhari no. 1981
[3] HR. Muslim no. 1160
[4] Al Qadhi ‘Iyyadh, Ikmal al Mu’lim, 4/132
[5] Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 49867