ChanelMuslim.com – Surat Al-Fatihah ayat 7 merupakan sambungan dari ayat 6 yang mana kita meminta kepada Allah untuk menunjukkan jalan yang lurus. Pada ayat 7 ini, dijelaskan lebih dalam maksud jalan yang lurus itu seperti apa.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 6, Tunjukilah Kami Jalan yang Lurus
Surat Al-Fatihah Ayat 7, Seperti Apa Jalan yang Lurus itu
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Dikutip dari channel telegram TAFSIR AL-QUR’AN, penjelasan Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam hadits yang lalu disebutkan apabila seseorang hamba mengucapkan, “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” sampai akhir surat, maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: Ini untuk Hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta Firman Allah swt yang mengatakan: Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.
Al-Fatihah ayat 7 berkedudukan menafsirkan makna siratal mustaqim. Menurut kalangan ahli nahwu menjadi badal dan boleh dianggap sebagai ataf bayan.
Orang-orang yang memperoleh anugerah nikmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala adalah mereka yang disebutkan di dalam surat An-Nisa melalui firman-Nya: Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 69-70)
Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” ialah orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka berupa ketaatan kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu; mereka adalah para malaikat-Mu, para nabi-Mu, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mere-ka itu bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, hingga akhir ayat. (An-Nisa: 69)
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya, “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” (Al-Fatihah: 7). Makna yang dimaksud adalah para nabi.
Ibnu Juraij meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan “mereka” adalah orang-orang beriman; hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid.
Sedangkan menurut Waki’, mereka adalah orang-orang muslim. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikutinya.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 5, Hanya kepada Allah Kita Memohon Pertolongan
Ahli Hidayah
Tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas tadi mempunyai pengertian yang lebih mencakup dan lebih luas. bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Al-Fatihah: 7)
Menurut jumhur ulama, lafal gairi dibaca jar berkedudukan sebagai na’at (sifat).
Az-Zamakhsyari mengatakan dibaca gaira secara nasab karena dianggap sebagai hal (keterangan keadaan), hal ini merupakan bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khalifah Umar ibnu Khattab Qiraah ini diriwayatkan oleh Ibnu Kasir.
Sedangkan yang berkedudukan sebagai zul hal ialah damir yang ada pada lafal ‘alaihim, dan menjadi ‘amil ialah lafal an’amta.
Makna ayat “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus” yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan anugerah nikmat kepada mereka yang telah disebutkan sifat dan ciri khasnya.
Mereka adalah ahli hidayah. istiqamah, dan taat kepada Allah serta Rasul-Nya, dengan cara mengerjakan semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua yang dilarang-Nya.
Bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Mereka adalah orang-orang yang telah rusak kehendaknya; mereka mengetahui perkara yang hak, tetapi menyimpang darinya.
Bukan pula jalan orang yang sesat. mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu agama).
Akhirnya, mereka bergelimang dalam kesesatan. Tanpa mendapatkan hidayah kepada jalan yang hak (benar).
Pembicaraan dalam ayat ini dikuatkan dengan huruf la untuk menunjukkan bahwa ada dua jalan yang kedua-duanya rusak, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang Yahudi dan oleh orang-orang Nasrani.
Sebagian dari kalangan ulama nahwu ada yang menduga bahwa kata gairi dalam ayat ini bermakna istisna (pengecualian). [Cms]