Sebuah instruksi yang ditandatangani oleh Presiden Ghana, John Mahama untuk melindungi hak umat Islam mengenakan jilbab telah membawa sukacita bagi penduduk Muslim di negara itu. Muslim di Ghana melihat hal tersebut sebagai jaminan kebebasan untuk menjalankan agama mereka.
“Ini seperti doa-doa kami yang akhirnya didengar,” ujar Kausar Mohammed, seorang mahasiswa keperawatan, mengatakan kepada Anadolu Agency pada hari Senin, tanggal 2 Maret lalu.
“Langkah ini sangat bagus karena akan membantu kami mempraktekkan iman kami,” tambahnya.
Janji Mahama itu disampaikannya dalam sebuah pidato pada Kamis lalu.
Dalam pidato tersebut, Presiden Mahama menegaskan komitmennya untuk Pasal 21 dari konstitusi, yang menjamin kebebasan beragama dan kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan agama.
“Di bawah konstitusi kita bagi siswa Muslim tidak boleh dipaksa untuk menghadiri layanan gereja, atau bagi siswa Kristen tidak boleh dipaksa untuk menghadiri shalat berjamaah,” jelasnya.
“Dan tindakan yang juga salah melarang perempuan Muslim mengenakan jilbab atau biarawati Katolik mengenakan pakaian kebiasaan mereka ketika bekerja atau sekolah,” tambah Mahama.
“Kepala lembaga harus mencatat ini untuk kepatuhan yang ketat,” ia memperingatkan. “Sanksi akan diambil terhadap pimpinan institusi yang bertindak bertentangan dengan ketentuan konstitusi.”
Janji Manama itu menyusul laporan bahwa banyak siswa dan perempuan Muslim yang bekerja di sektor publik terpaksa melepas kerudung mereka.
Prosedur yang sama juga diambil di sekolah-sekolah perawat dan perguruan tinggi misionaris.
“Sebelumnya sangat sulit bagi kami untuk mengenakan jilbab karena masih adanya larangan soal itu,” kata Kausar kepada Anadolu.
“Anda merasa seperti telanjang karena seragam Anda pendek dan Anda tidak berpakaian seperti seorang wanita Muslim,” keluhnya.
“Saya sangat senang. Ini berarti kami memiliki masa depan di tangan kami sendiri dan hukum mendukung kami,” kata presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim Ghana, Muhammad Andani Husseini kepada Anadolu.
“Kami berharap semua warga Ghana akan memahami bahwa masalah diskriminasi anti-Muslim adalah nyata dan kami harus menghadapinya,” katanya.
“Dahulu pelajar Muslim yang jumlahnya sekitar 70 persen dipaksa untuk menghadiri layanan gereja,” Husseini mencatat.
“Setiap pagi, Anda dipaksa untuk menghadiri kebaktian di gereja. Jika Anda tidak mengikutinya, Anda didenda maksimal 20 Cedi Ghana [sekitar $ 6],” gerutu dia.
“Jika Anda berada di sekolah untuk memperoleh pengetahuan, apakah Anda harus pergi ke gereja untuk memperoleh pengetahuan ini?” Tanya Husseini.
Meskipun persentase Muslim besar, ia menyesalkan bahwa lembaga pendidikan di Ghana tidak memberikan tempat ibadah bagi siswa Muslim.[af/anadolu]