ChanelMuslim.com- Uji coba atau pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sudah dimulai sejak pekan lalu. Sebagian wilayah Jabodetabek merupakan daerah yang terlebih dahulu melakukan uji coba PTM itu. Tapi, para orang tua belum sepenuhnya setuju.
Uji coba PTM di Jakarta dan sekitarnya boleh dibilang berhasil. Hal ini ditandai dengan antusiasme orang tua dan siswa, guru, dan petugas sekolah. Orang tua banyak mengizinkan, siswa datang dengan mematuhi prokes, serta guru dan petugas sekolah begitu bersemangat melayani dan mengawasi siswa.
Namun begitu, suara-suara khawatir dari orang masih terdengar nyaring di dunia online dan offline. Mereka bukan tidak mendukung anak-anak kembali ke sekolah. Tapi, hanya belum yakin apakah PTM memang tidak akan menjadi sumber penularan baru.
Satu, Khawatir dengan Kerentanan Usia TK dan SD
Usia TK dan SD merupakan usia dalam kelompok siswa 12 tahun ke bawah. Usia ini memang yang paling antusias menyambut PTM. Bisa sekolah lagi, bisa bertemu bapak dan ibu guru lagi. Dan, bisa berjumpa dengan teman-teman lagi.
Bagi anak-anak usia ini, pembelajaran jarak jauh via online atau PJJ terasa seperti siksaan. Karena usia ini memang sejak awal didesain untuk tidak boleh akrab dengan ponsel atau gadjet. Alih-alih sekolah online, justru ayah, ibu, atau kakak mereka yang lebih sering aktif mengikuti PJJ.
Sehingga, tidak heran jika sejumlah pejabat bahkan berharap anak-anak usia inilah yang lebih dulu diprioritaskan untuk mengikuti PTM.
Namun begitu, masalahnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Jika vaksinasi sudah sedemikian gencar di Jakarta dan kota-kota lainnya, anak-anak usia ini justru belum tersentuh. Hal ini karena para ahli masih belum mendapat gambaran efek dari vaksin covid untuk usia ini.
Di sinilah kontrasnya. Di satu sisi, siswa kelompok usia ini lebih urgen untuk diprioritaskan mengikuti PTM, tapi di sisi lain, benteng pertahanan mereka masih kosong.
Bagaimana jika yang dikhawatirkan itu memang terjadi, yaitu klaster sekolah. Tentu, dampaknya akan lebih berat daripada siswa dengan kelompok usia 13 tahun ke atas yang sudah mengikuti vaksinasi.
Dua, siswa usia ini belum memahami bahaya covid. Mereka mungkin belum memahami apa itu virus, bagaimana pencegahannya.
Mereka pun belum memahami kenapa harus mengenakan masker, apa fungsi masker, kenapa harus jaga jarak, tidak berkerumun, dan sebagainya.
Yang mereka tahu karena semua itu diwajibkan oleh orang tua dan guru. Jadi, selama ada pengawasan dari orang tua dan guru, prokes akan mereka terapkan. Tapi jika pengawasan itu melemah, prokes pun akan berlalu begitu saja.
Bahkan boleh jadi, karena senangnya mengenakan masker bersama teman-teman, anak-anak dengan senang hati saling bertukar masker antar teman.
Begitu pun dengan bersalaman. Anak-anak usia ini memang didoktrin untuk mencium tangan bapak dan ibu guru. Jadi, tidak tertutup kemungkinan jika bapak dan ibu guru lupa, anak-anak akan tetap mencium tangan mereka.
Tiga, tentang bermain dan jajan. Anak-anak usia SD ke bawah memang masih dalam dua dunia itu: bermain dan jajan. Tanpa dua hal ini, sekolah bagi mereka menjadi tidak penting.
Sementara itu, justru dua hal ini yang tergolong rawan terjadinya penularan covid. Ketika bermain mereka tak akan ada jarak, karena memang begitulah anak-anak. Dan ketika jajan, mereka akan melupakan prokes sama sekali.
Mungkin saja sekolah dan guru bisa mengawasi penuh di masa awal-awal PTM. Tapi, bagaimana jika keadaan sudah seperti normal. Mungkin juga itu tidak dilakukan di sekolah. Tapi ketika di luar atau saat berangkat dan pulang sekolah, anak-anak akan larut dengan dunianya. [Mh]