IBU, bagaimana bila anak suka berbohong? Bagaimana cara menghadapinya? Kalau ditanya ibunya, seolah-olah dia tidak bersalah. Ketika Ayahnya yang bertanya, sudah dipukul baru mengaku.
Bunda, namanya juga anak-anak, pasti ada saja tingkah lakunya yang membuat Bunda kesal, marah, prihatin dan perasaan-perasaan sejenis lainnya.
Suatu ketika, Bunda kehilangan uang sebesar seratus ribu rupiah. Bunda sudah mencari-cari ke mana uang itu, tetapi Bunda tidak menemukannya. Sampai Bunda suudzon bahwa ART (Asisten Rumah Tangga) yang mengambil uang itu.
Tak disangka, saat Bunda mengecek tas anak sebelum berangkat sekolah, Bunda menemukan di dalam tas anak, ada uang seratus ribu. Bunda kaget, bagaimana mungkin uang seratus ribu ini ada dalam tas anak.
Tak mungkin, setiap hari Bunda memberi uang saku untuk anaknya yang baru kelas 1 SD sebesar sepuluh ribu, tiba-tiba kok ada uang pecahan seratus ribu.
Baca Juga: Apakah Berbohong Membatalkan Puasa?
Bila Anak Suka Berbohong
Selama ini, Bunda merasa anaknya tidak pernah mencuri. Bunda syok. Lalu Bunda dengan perasaan campur aduk, sebel, marah, geram memanggil anak.
Bunda menanyakan darimana anak punya uang pecahan seratus ribu. Anak takut kalau ia jujur pasti bundanya marah besar, lalu ia berbohong.
Ia mengatakan kepada bundanya bahwa ia tidak tahu, ada uang seratus ribu di dalam tasnya, padahal memang ia yang mengambilnya, hanya gara-gara ia ingin membeli mainan tetapi uangnya tidak cukup.
Anak ini tidak berani mengungkapkan keinginannya untuk membeli mainan, takut jika bundanya marah. Tapi keinginannya yang amat sangat membuatnya berani mengambil uang miliki bundanya.
Bunda terus mencecar berbagai pertanyaan sebagaimana detektif yang membantah berbagai alibi tersangka. Akhirnya, anak itupun mengaku kalau ia yang mengambil uang tersebut.
Sontak, hati Bunda gundah, jantung berdegap kencang seperti genderang mau perang, pikiran berputar melayang-layang.
Tak mungkin, tak mungkin anakku mencuri, begitulah kira-kira perasaan Bunda saat itu. Bundapun marah semarah-marahnya.
Berbagai omelan, bentakan dan sindiran terus saja meluncur dari mulut tanpa kenal ampun. Sejam, dua jam bahkan tiga jam kata-kata itu bertubi-tubi terus melesat di hati anak tanpa ada pembelaan.
Tak cukup itu, setelah puas marah-marah, anak didiamkan. Berapa lama, mungkin lebih lama dari omelan tadi. Perasaan Bunda kacau, pikiran Bunda terus berpikir bagaimana mungkin anak Bunda mencuri.
Sayang, konsentrasi Bunda pada anak yang mencuri. Bunda lupa bertanya kenapa anak mencuri. Bunda tidak ingat untuk bertanya alasan kenapa anak mengambil uang. Bunda tidak ingat berapa usia anak Bunda saat ini.
Baca Juga: Paman Suka Berbohong dan Berjudi
Anak Kecil Belum Dibebani Dosa
Bunda tidak ingat juga apakah anak sudah dibebani dosa saat melakukan perbuatan yang tidak baik. Bunda lupa bahwa Allah saja belum membebani dosa kepada anak usia segitu.
Wajar Bun, namanya anak-anak yang ingin sekali punya mainan, tidak berani terus terang sama bundanya karena takut dimarahi, wajar jika anak mengambil. Namanya juga anak-anak yang belum dibebani dosa.
Benar, apapun alasannya tindakan itu tetap saja tidak baik tetapi Bunda tidak perlu juga kan merespon berlebihan karena bisa juga berdampak negatif bagi anak.
Saat Bunda tidak menerima permintaan maafnya dan tidak menghargai kejujurannya, anak akan menyimpulkan bahwa jujur dan minta maaf itu ternyata menyakitkan.
Pengalaman anak dimarahi bahkan sampai pada tindakan fisik yang menyakiti menjadi pengalaman buruk yang memberi kesimpulan bahwa jujur dan meminta maaf itu akan membuatnya susah, getir, terhina dan menyakitkan.
Dampaknya apa Bun, dampaknya anak tidak akan pernah lagi meminta maaf dan tidak akan pernah lagi jujur karena baginya jujur itu membahayakan dan menyakitkan.
Bunda, saat anak jujur dan Bunda marah atas kejujurannya, saat itu pula ia akan menyimpulkan bahwa jujur itu membawa bencana. Selanjutnya ia akan belajar berbohong dan berusaha mencari pembenar untuk menyalahkan orang lain.
Baca Juga: Mengapa Berbohong, Anakku?
Kesimpulan yang Salah
Lalu, ia menyimpulkan bahwa berbohong itu mengamankan dan menyelamatkan dirinya.
Di titik itulah karakter berbohong mulai tumbuh dalam dirinya, ia akan terbiasa berbohong dan baginya berbohong itu menyelamatkannya.
Saat anak jujur, walaupun engkau benci sekali atas kelakuannya, tetaplah berusaha tenang, lawan dan redam ego dan kemarahanmu.
Hargai kejujurannya, sampaikan rasa cinta kepadanya, beri penjelasan dampak buruk dari keburukan yang ia lakukan.
Ingatkan bahwa Allah tidak menyukainya lalu raihlah komitmennya untuk tidak mengulanginya lagi, terakhir sampaikan kebanggaanmu atas kejujuran yang ia lakukan.
Insha Allah anak akan sadar dan akan jujur karena jujur ternyata membuatnya nyaman.
Bunda, saat anak jujur, jangan marahi dia. Saat engkau marah yang menakutkan ketika anakmu jujur, maka anakmu mulai belajar untuk berbohong agar aman dari kemarahanmu.
Biasanya, anak yang suka berbohong itu karena takut dimarahi. Jadi jika engkau tidak ingin anakmu menjadi pembohong, ya jangan suka marah-marah.
Nah, sekarang saat engkau telanjur marah-marah, maka saat marah itu reda perbanyaklah istighfar, perbanyak doa yang baik untuk anakmu dan minta maaf segera kepada anak.
Bunda, saat anak kita nakal, tidak jujur atau apapun pernbuatannya yang tidak kita sukai, sebenarnya Bunda itu membenci anaknya atau membenci sikap/perbuatannya.
Saat anak nakal, berbohong, malas, usil bin jahil, membangkang atau apapun sikap negatif lainnya yang harus kita benci itu bukan anaknya tetapi perbuatannya.
Kita harus tetap sayang kepada anak kita 100% tetapi yang tidak kita sukai adalah sikap dan perbuatannya yang tidak baik. Tapi kadang, kita salah tafsir membenci perbuatannya namun yang disalahkan anaknya.
Misalnya, anak berbohong orang tua marah dan memberi label seraya berkata “dasar kamu itu pembohong”, anak tidak mau belajar lalu Bunda mengatakan “Kamu itu malas banget sih, belajar sana!”.
Atau saat anak tidak bisa mengerjakan soal: “Kamu itu bodoh banget, soal mudah ini kagak ngerti”. Ketiga contoh di atas adalah contoh kalimat yang menyalahkan anak yakni kata “Kamu pembohong, Kamu malas” dan “Kamu bodoh”.
Baca Juga: Mengapa Harus Berbohong
Tips Jika Anak Telanjur Berbohong
Terus tipsnya bagaimana? Begini Bun, misalnya saat anak melakukan kesalahan, katakan kepada anak bahwa Bunda sayang kepada mereka tetapi Bunda tidak suka perbuatan atau sikap mereka.
“Bunda sayang Kakak, tetapi Bunda tidak suka perbuatan Kakak yang usil sama Adik” atau contoh yang lain “Kakak, perbuatan Kakak itu berbahaya jadi Kakak tidak boleh lagi bermain pisau untuk pedang-pedangan, Bunda tidak suka”.
“Kakak, Bunda sayang banget sama Kakak, Bunda ingin Kakak menjadi anak yang sholeh, dicintai Allah dan mudah masuk surga, Tapi jujur ya Kak, Bunda tidak suka kalau Kakak berbohong, Allah juga tidak suka.
“Bunda yakin dan percaya Kakak tidak akan mengulanginya lagi karena Bunda yakin Kakak anak yang baik dan sholeh, dicintai Allah. Sini sayang Bunda peluk”.
Dengan bahasa seperti itu, anak tidak keliru menafsirkan. Anak akan tetap merasakan dirinya disayang orang tuanya, tetapi mereka juga akan memahami bahwa perbuatannya yang tidak baik yang tidak disukai orang tuanya.
Kalau melihat kembali contoh yang pertama, anak akan merasa dirinya tidak disayang karena ia dikatakan sebagai anak yang nakal, pembohong, bodoh, jahil dan sebagainya.
Baik Bun, bedakan menyalahkan anak atau perbuatan anak ya sehingga anak tidak lagi suka berbohong.[ind]
sumber: Kulwap Tumbuh Yuk. Randy Ariyanto W. dan Dyah Lestyarini. Rumah Pintar Aisha: Agustus 2021.