HABIB bin Zaid tetap beriman meski disiksa dengan keji. Saat itu, Habib tiba di tempat tujuannya. la sampaikan surat itu kepada Musailamah.
Musailamah membaca dengan cermat. Namun, ia tidak bisa menangkap cahaya hidayah yang terpancar dari surat itu, sehingga ia semakin terlelap dalam kesesatan dan kepalsuannya.
Baca Juga: Istimewanya Zaid bin Haritsah
Habib bin Zaid tetap Beriman meski Disiksa dengan Keji
Karena Musailamah tidak lebih dari seorang pembohong besar dan penipu ulung, maka sifat yang dimiliki hanyalah sifat sang pembohong dan penipu. la sama sekali tidak menghormati etika yang berlaku. Tanpa rasa malu, ia membunuh utusan pengantar surat, padahal membunuh utusan adalah tindakan tercela bagi bangsa Arab saat itu.
Musailamah sang pembohong itu mengumpulkan kaumnya pada hari yang telah ditentukan. la hadirkan utusan Rasulullah (Habib bin Zaid) yang penuh bekas siksaan para algojonya. Dengan siksaan itu, mereka berharap Zaid mengubah pendiriannya.
Menurut penilaian Musailamah, Habib sudah takluk dan tidak akan menolak jika diminta untuk mengakui kenabiannya di depan orang banyak. Dengan demikian, seakan-akan itu adalah mukjizat yang diberikan kepadanya, dan kaumnya yang selama ini ditipunya akan semakin tertipu.
Musailamah bertanya kepada Habib, ‘Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah?”
Habib menjawab, “Ya, aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.
Wajah Musailamah langsung pucat.
Musailamah kembali bertanya, “Apakah kamu juga bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”
Dengan mencibir, Habib menjawab, “Aku tidak mendengar.”
Wajah Musailamah semakin merah padam. Rencana busuknya gagal total. Siksaan yang begitu berat tidak membantu.
Semula ia bermaksud mempertontonkan mukjizat palsu di depan umum, namun ia malah mendapatkan tamparan keras yang membuatnya terjerembap dalam kubangan lumpur.
Musailamah marah besar, seperti banteng terluka. la perintahkan algojonya untuk membunuh Habib. Tubuh Habib dicincang sepotong demi sepotong. Namun bibir Habib tidak pernah lepas dari ucapan, “La ilaha illallah, Muhammadar Rasulul-lah.”
Seandainya waktu itu Habib menyelamatkan dirinya dengan berpura-pura mengikuti keinginan Musailamah, dengan tetap memantapkan keimanan dalam dadanya, itu sama sekali tidak mengurangi kualitas keimanannya dan tidak mengotori keislamannya.
Akan tetapi, Habib adalah laki-laki yang ikut dalam Baiat Aqabah bersama ayah, ibu, saudara, dan bibinya. Sejak saat itu, ia sudah mengemban tanggung jawab baiat dan keimanan secara sempurna, tanpa memikirkan nasib diri dan nyawanya.
Baginya, kesempatan ini adalah kesempatan terbaik untuk mencapai puncak tertinggi dari kehidupannya. la ingin merasakan nikmatnya ketegaran, kepahlawanan, pengorbanan, dan kesyahidan dalam mempertahankan kebenaran. Sebuah kemenangan yang lebih indah dari semua kemenangan duniawi.
Sudah banyak pelajaran tentang kepahlawanan yang disuguhkan Islam, dan kali ini Islam ingin menambahkan satu judul lagi, Habib bin Zaid. Dialah teman sekaligus guru kita, agar benar-benar dihayati oleh seluruh manusia. [Cms]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom