ChanelMuslim.com – Zakat profesi merupakan salah satu zakat yang diperselisihkan para ulama saat ini. Ada pendapat yang menyatakan bahwa terdapat kewajiban untuk mengeluarkan zakat ini, ada juga pendapat yang menyatakan tidak ada zakat.
Baca Juga: Hukum Zakat Profesi Penghasilan Mata Pencaharian
Pendapat yang Mendukung
Dilansir dari Alfahmu.id, website resmi Ustaz Farid Nu’man, dijelaskan bahwa ulama-ulama yang mendukung zakat ini adalah Saikh Muhammad Abu Zahrah dan Syaikh Abdul Wahhab Khalaf.
Selain itu, ada juga Syaikh Abdurrahman Hasan dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi yang memandang adanya kewajiban dalam zakat profesi.
Terdapat beberapa kriteria yang masuk dalam kewajiban ini.
Pertama, profesi yang dengannya menghasilkan uang, termasuk kategori harta dan kekayaan.
Kedua, kekayaan dari penghasilan yang bersifat berkembang dan bertambah, tidak tetap.
Hal ini sama halnya dengan barang yang dimanfaatkan untuk disewakan.
Dari Imam Ahmad, beliau berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab.
Oleh sebab itu, orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun.
Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencaharian dan wajib dikeluarkan zakatnya apabila sudah mencapai satu nisab, walau tanpa haul.
Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani setiap memetik hasilnya.
Alasannya adalah petani juga merupakan profesi.
Akan tetapi, sebagian ulama menolak menggunakan qiyas dalam masalah ini, tetapi pihak yang mendukung mengatakan bahwa zakat fitri dengan beras ketika zaman Nabi juga tidak ada.
Saat itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya mencontohkan dengan kurma dan gandum.
Namun, saat ini, kita melihat bahwa ada zakat fitri dengan beras karena beras adalah makanan pokok di Indonesia.
Tentunya, hal ini juga menggunakan qiyas dengan makanan pokok negeri Arab saat itu, yaitu kurma dan gandum.
Baca Juga: Waktu Pembayaran Zakat Profesi
Zakat Profesi adalah Keniscayaan
Oleh sebab itu, apabila mau menolak qiyas tersebut, maka seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras yang hanya didasarkan dengan qiyas sebagai makanan pokok.
Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya zakat profesi adalah keniscayaan.
Sementara itu, dalam perspektif maqashid syari’ah (tujuan dan maksud syariat), adanya zakat profesi adalah sah.
Alasannya adalah lebih mendekati keadilan dan kemaslahatan dan sesuai firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS. Al Baqarah (2): 267)
Kemudian, para ulama-ulama di atas juga berpendapat bahwa zakat profesi ada dua jenis pelaksanaannya, sesuai jenis pendapatan manusia.
Pertama, untuk orang yang menerima gaji bulanan, maka pendekatannya dengan zakat tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq.
Hal ini senilai dengan 653 Kg gabah kering giling, dan dikeluarkan 2,5%.
Zakat ini dikeluarkan ketika menerima hasil (gaji) dan tidak ada haul.
Kedua, bagi yang penghasilannya bukan bulanan, seperti tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan semisalnya, maka menggunakan pendekatan zakat harta.
Nishabnya senilai dengan 85 gram emas setelah diakumulasi dalam setahun dan setelah dikurangi utang konsumtif.
Zakat ini dikeluarkan sebesar 2,5%.
Pada jenis ini, sebenarnya juga diakui oleh pihak yang menentang zakat profesi bahwa zakat harta penghasilan itu ada apabila sudah satu haul dan nishabnya 85 gram emas itu dan dikeluarkan 2,5%-nya.
(Berlanjut pada bagian kedua)
[Ind/Camus]