ChanelMuslim.com- Hukum menukar uang receh dengan nominal berbeda. Kita ketahui bahwa mata uang itu termasuk barang ribawi sebagaimana emas dan perak yang punya sifat (‘illat) sebagai alat tukar.
Mengutip dari buku “Fikih Lebaran” karya Muhammad Abduh Tuasikal mengenai penukaran barang ribawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan aturan sebagai berikut,
“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’ir (salah satu
jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka
jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar tunai (tidak boleh ada yang tertunda). Jika jenis barang
tadi berbeda (tetapi memiliki sifat atau ‘illat yang sama), maka silakan engkau menukarkannya sesukamu, tetapi
harus dilakukan secara kontan (tidak boleh ada yang tertunda).” (HR. Muslim, no. 1587).
Baca Juga : Hukum Meminta Salam Tempel
Hukum menukar uang receh dengan nominal berbeda
Kesimpulan dari hadits di atas:
Jika barang sejenis ditukar—semisal emas dan emas atau perak dan perak—ada dua syarat yang harus dipenuhi: (1) harus kontan, tidak boleh ada yang tertunda (yadan bi yadin); dan
(2) harus semisal (mitslan bi mitslin) atau jumlahnya sama.
Jika barang beda jenis, tetapi masih satu ‘illat (samasama alat tukar atau mata uang), maka hanya satu syarat yang harus dipenuhi, yaitu kontan, tidak boleh ada yang tertunda (yadan bi yadin).
Sehingga dalam penukaran mata uang jika sejenis—misalnya, rupiah dan rupiah—harus kontan (tidak boleh ada yang tertunda) dan jumlahnya sama.
Contoh: Selembar seratus ribu rupiah jika ditukar dengan pecahan sepuluh ribu rupiah, maka jumlahnya harus sama dan harus kontan ketika menukarnya.
Baca Juga : Hukum Shalat di atas Kasur
Jika mata uang beda jenis ingin ditukar—misalnya, mata uang riyal ingin ditukar dengan rupiah—maka syaratnya harus kontan (tidak boleh ada yang tertunda).[Ind/Wld].