ChanelMuslim.com- Zakat mal untuk pembangunan dan kepentingan mesjid. Pertanyaan: Ustaz, bolehkah zakat mal disalurkan untuk pembangunan masjid dan buat anak yatim? Saya kurang paham, grup lain ada yang bilang, tidak boleh zakat mal diberikan untukk pembangunan masjid ataupun anak yatim. Mohon penjelasaannya.
Jawaban
Oleh : Ustaz Farid Nu’man Hasan Hafizhahullah
Zakat Mal untuk Pembangunan dan Kepentingan Mesjid
Baca Juga : Ancaman untuk Orang yang Enggan Membayar Zakat
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Zakat maal untuk kemakmuran masjid, umumnya menurut ulama adalah tidak boleh, baik pembangunan maupun operasional, alasannya karena ketiadaannya dalam delapan ashnaf mustahiq zakat.
Sebagaimana yang diyakini oleh umumnya Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah. Namun, pendapat yang lain
menyatakan boleh, sebagaimana yang dikuatkan oleh Imam Fakhruddin Ar Razi Rahimahullah dalam tafsir beliau
tentang makna ashnaf “fi sabilillah” dalam delapan ashnaf mustahiq zakat.
Makna “fi sabilillah”
Menurutnya makna “fi sabilillah” tidak terbatas pada mujahidin yang sedang perang, tetapi lebih umum yakni semua upaya memperjuangkan agama dan syiarnya adalah termasuk kategori “fi sabilillah”.
Apalagi dalam situasi yang sedang tidak ada perang, tentu makna tersebut mesti diperhatikan pada semua usaha membela agama dan memperjuangkan syiar Islam. Beliau menjelaskan: واعلم أن ظاهر اللفظ في قوله: وفي سبيل الله
لا يوجب القصر على كل الغزاة، فلهذا المعنى نقل القفال في «تفسيره» عن بعض الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله: وفي سبيل الله عام في الكل
Ketahuilah bahwa secara zhahir lafazh firmanNya: “dan fi sabilillah” tidaklah mesti dibatasi hanya pada semua bentuk perang, karena makna inilah Al Qaffal meriwayatkan dalam Tafsir-nya dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka membolehkan menyerahkan zakat untuk semua bentuk kebaikan seperti mengkafankan mayat, membangun bangunan yang kokoh, memakmurkan masjid, karena makna firmanNya: “dan fi sabilillah” adalah umum pada segala hal. (Imam Ar Razi, Mafatihul Ghaib, 16/87. Cet. 3, 1420 H. Ihya’ut Turats Al ‘Arabi, Beirut).
Oleh karenanya, semua bentuk upaya memperjuangkan agama Allah Ta’ala, meninggikan kedudukannya, dan
memperluas syiarnya, seperti membangun masjid, mencetak kitab-kitab para ulama, membendung kristenisasi,
membangun pesantren, membuat Islamic Center, membangun media Islam, menggaji para ulama, ustaz, dan da’i,
serta yang lainnya semisalnya, itu termasuk makna “fi sabilillah”.
Hal ini juga dikuatkan oleh Imam Shiddiq Hasan Khan Rahimahullah berikut ini:
ومن جملة سبيل الله الصرف في العلماء الذين يقومون بمصالح المسلمين الدينية فإن لهم في مال الله نصيبا سواء كانوا أغنياء أو فقراء بل الصرف في هذه الجهة من أهم الأمور لأن العلماء ورثة الأنبياء وحملة الدين وبهم تحفظ بيضة الإسلام وشريعة سيد الأنام وقد كان علماء الصحابة يأخذون من العطاء ما يقوم بما يحتاجون إليه
Dan di antara keumuman makna “fi sabilillah” adalah menyerahkan zakat kepada para ulama yang
memperjuangkan kemaslahatan agama kaum muslimin, karena sesungguhnya mereka punya hak terhadap harta
dari Allah, sama saja apakah mereka kaya atau faqir, bahkan memberikan zakat kepada bagian ini termasuk
perkara yang paling penting karena para ulama adalah pewaris para nabi, pengusung agama, merekalah yang
menjaga kemurnian agama Islam dan syariat sayyidul anam [Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam].
Dahulu para sahabat Nabi mengambil dari pemberian zakat untuk memenuhi apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka. (Ar Raudhah An Nadiyah, 1/207.
Pendapat ini juga didukung oleh: Imam Jamaluddin Al Qasimi dalam Tafsir Mahasin At Ta’wil (7/3181), Syaikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al Manar (10/585), Syaikh Mahmud Syaltut dalam Al Fatawa (Hal. 289), Syaikh Hasanain Makhluf dalam Fatawa Syariah-nya, juga Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah dalam Fiqhuz Zakat-nya.
Demikian. Wallahu A’lam.[Ind/Wld].