ChanelMuslim.com – Alasan berangkat dan pulang melewati jalan yang berbeda pada hari raya adalah sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Baca Juga: Bersenang-senang dan Mengadakan Pesta saat Hari Raya
Berangkat dan Pulang Lewat Jalan yang Berbeda
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Sunnah ini diterangkan dalam berbagai riwayat. Di antaranya: Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika keluar pada hari Id akan menempuh jalan yang berbeda. (H.R. Bukhari No. 986)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا خرج إلى العيدين رجع في غير الطريق الذي خرج فيه
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika keluar menuju shalat dua hari raya, pulangnya menempuh jalan yang berbeda dengan keluarnya.
(H.R. Ahmad No. 8454, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1099, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shughra No. 727, Ibnu Khuzaimah No. 1468)
Imam At Tirmidzi juga meriwayatkan dengan lafaz:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ يَوْمَ الْعِيدِ فِي طَرِيقٍ رَجَعَ فِي غَيْرِهِ
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika keluar pada hari raya menempuh sebuah jalan, pulangnya dia melewati jalan yang lain.
(H.R. At Tirmidzi No. 541, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani mensahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 4710)
Baca Juga: Adab dan Sunnah Hari Raya
Tidak Hanya Berlaku untuk Imam
Imam At Tirmidzi mengomentari hadits ini:
وَقَدْ اسْتَحَبَّ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لِلْإِمَامِ إِذَا خَرَجَ فِي طَرِيقٍ أَنْ يَرْجِعَ فِي غَيْرِهِ اتِّبَاعًا لِهَذَا الْحَدِيثِ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ
Sebagian ulama menyunnahkan bagi imam jika keluar melewati sebuah jalan, hendaknya pulang melalui jalan lain, untuk mengikuti hadits ini.
Ini adalah pendapat Asy Syafi’i. (Sunan At Tirmidzi No. 541)
Namun, secara zhahir hadits ini tidak menunjukkan kekhususan untuk imam. Oleh karenanya, mesti dipahami bahwa kesunnahan ini berlaku secara umum, bagi imam, juga selain imam.
Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri menjelaskan:
قال أبو الطيب السندي الظاهر أنه تشريع عام فيكون مستحبا لكل أحد ولا تخصيص بالإمام إلا إذا ظهر أنه لمصلحة مخصوصة بالأئمة فقط
Berkata Abu Thayyib As Sindi: yang benar adalah bahwa pensyariatannya adalah umum, maka hal ini menjadi sunnah bagi setiap orang tidak dikhususkan bagi imam saja,
kecuali jika ada kejelasan adanya maslahat khusus terkait dengan para imam saja. (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/78)
Baca Juga: Beberapa Adab dan Sunnah Berhari Raya (Bag. 5)
Hikmah Menempuh Jalan yang Berbeda saat Berangkat dan Pulang
Al Hafizh Ibnu Hajar mengoreksi informasi apa yang ditulis Imam At Tirmidzi tentang pendapat Imam Asy Syafi’i yang katanya sunnah bagi imam saja, kata Al Hafizh:
والذي في الأم أنه يستحب للإمام والمأموم وبه قال أكثر الشافعية
Dan, yang ada di dalam Al Umm, bahwa Beliau (Asy Syafi’i) menyunnahkan bagi imam dan ma’mum sekaligus, dan ini merupakan pendapat mayoritas Syafi’iyah. (Fathul Bari, 2/472)
Syaikh Al Mubarkafuri menambahkan:
وبالتعميم قال أكثر أهل العلم انتهى قلت وبالتعميم قال الحنفية أيضا
Dan, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal ini berlaku umum. Aku berkata: “Untuk umum” juga pendapat Hanafiyah. (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/79)
Apa hikmahnya disunnahkan menempuh jalan berbeda?
Tidak ada keterangan dalam As Sunnah tentang alasan mengapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan hal ini.
Oleh karenanya, terjadi beragam tafsir dari para ulama tentang maksudnya, sampai lebih dari 20 pendapat. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:
وقد اختلف في معنى ذلك على أقوال كثيرة اجتمع لي منها أكثر من عشرين
Telah terjadi perselisihan tentang makna hal ini dengan perselisihan yang banyak, saya telah mengumpulkan pendapat-pendapat itu, di antaranya lebih dari 20 pendapat. (Fathul Bari, 2/473)
Di antara mereka ada yang mengatakan; untuk saling mengunjungi satu sama lain, untuk berbagi keberkahan di antara mereka,
agar mereka menyebarkan wangi-wangian yang memang disunnahkan untuk memakainya saat itu dan bisa dicium oleh orang lain,
untuk membuat jengkel Yahudi dan kaum munafik, menunjukkan syiar, untuk mensyiarkan dzikrullah, dan sebagainya.
Boleh menempuh jalan yang sama
Tidak terlarang jika pada akhirnya ketika berangkat dan pulang dari shalat ‘Id memilih jalan yang sama.
Hal ini berdasarkan riwayat berikut: Dari Bakr bin Mubasysyir Al Anshari, katanya:
كُنْتُ أَغْدُو مَعَ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُصَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى فَنَسْلُكُ بَطْنَ بَطْحَانَ حَتَّى نَأْتِيَ الْمُصَلَّى فَنُصَلِّيَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَرْجِعَ مِنْ بَطْنِ بَطْحَانَ إِلَى بُيُوتِنَا
Saya berangkat pagi-pagi bersama para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menuju lapangan pada hari Idul Fitri dan Idul Adha,
kami menempuh lembah Bath-han sampai kami datang ke lapangan lalu kami shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian kami pulang melewati lembah Bath-han ke rumah-rumah kami.
(H.R. Abu Daud No. 1158, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1100, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6048, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 24520, katanya:
Ibnu Sikkin berkata isnadnya shaalih (baik). Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah No. 1156)
Baca Juga: Batal Berangkat Haji Tahun Ini Bersama Istri, Ini Doa Teuku Wisnu di Hari Arafah
Hukumnya Sunnah, bukan Wajib
Sebagian ulama men-dhaif-kan hadits ini, namun demikian hal ini tidak mengubah hakikat masalah ini, yakni menempuh jalan berbeda antara pergi dan pulang adalah sunnah, bukan wajib.
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menjelaskan:
ولكن يدل على أن الإنسان له أن يذهب من طريق ويرجع من نفس طريقه دون أن يخالف الطريق، لكن الحديث غير ثابت؛ لأن فيه من هو ضعيف ومن هو مجهول، والثابت هو ما تقدم من أنه يخالف الطريق، وأنه يذهب من طريق ويرجع من طريق، وهذا
سنة، ولو أن الإنسان ذهب من طريقه ورجع من طريقه فلا بأس بذلك، فالذهاب من طريق والرجوع من طريق أخرى ليس بواجب وإنما هو مستحب، إن فعله الإنسان أثيب وإن لم يفعله فلا شيء عليه
Tetapi hadits ini menunjukkan bahwa manusia dapat pergi dan pulang melalui jalan yang sama tanpa menempuh jalan yang berbeda, tetapi hadits ini tidak tsaabit (kuat),
karena di dalamnya terdapat perawi yang lemah dan majhuul, yang shahih adalah hadits yang telah lalu bahwa Nabi menempuh jalan yang berbeda,
Beliau pergi melalui sebuah jalan dan kembali melalui jalan yang lain, dan ini adalah sunnah. Seandainya manusia pergi melalui sebuah jalan lalu pulang lewat jalan itu lagi, hal itu tidak apa-apa.
Jadi, pergi menempuh suatu jalan dan pulangnya menempuh jalan lain adalah bukan hal yang wajib, itu hanya mustahab (disukai), jika manusia melakukannya maka dia mendapatkan pahala,
jika tidak, maka tidak apa-apa. (Syarh Sunan Abi Daud, 6/470).[ind]