Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com-Inilah adab dan sunnah saat hari raya sesuai tuntunan Rasulullah saw.
5. Dianjurkan kaum wanita dan anak-anak keluar ke lapangan
Mereka dianjurkan untuk keluar karena memang ini adalah hari raya yang mesti disambut dengan suka cita oleh siapa saja.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
يشرع خروج الصبيان والنساء في العيدين للمصلى من غير فرق بين البكر والثيب والشابة والعجوز والحائض
Dianjurkan keluarnya anak-anak dan kaum wanita pada dua hari raya menuju lapangan, tanpa ada perbedaan, baik itu gadis, dewasa, pemudi, tua renta, dan juga wanita haid. (Fiqhus Sunnah, 1/318)
Ummu ‘Athiyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Kami diperintahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengeluarkan anak-anak gadis, wanita haid, wanita yang dipingit, pada hari Idul Fitri dan idul Adha. Ada pun wanita haid, mereka terpisah dari tempat shalat. Agar mereka bisa menghadiri kebaikan dan doa kaum muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaknya saudarinya memakaikan jilbabnya untuknya.” (HR. Bukhari No. 324, dan Muslim No. 890, dan ini lafaznya Imam Muslim)
Hikmahnya adalah –selain agar mereka bisa mendapatkan kebaikan dan doa kaum muslimin- juga sebagai momen bagi kaum wanita dan anak-anak untuk mendapatkan pelajaran dan nasihat agama. Hal ini ditegaskan dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, ketika dahulu masih kecil, katanya:
خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ
Saya keluar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Idul Fitri atau Idul Adha, Beliau shalat, kemudian berkhutbah, lalu mendatangi kaum wanita dan memberikan nasihat kepada mereka, memberikan peringatan dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. (HR. Bukhari No. 975)
Namun, hendaknya keluarnya kaum wanita tetap menjaga akhlak dan adab berpakaian yang dibenarkan syariat, tidak berpakaian dan berhias seperti orang kafir, tidak menampakkan lekuk tubuh, menutup aurat secara sempurna, tidak mencolok, dan menjauhi wangi-wangian.
Tertulis di dalam Al Mausu’ah:
أَمَّا التَّكْبِيرُ فِي عِيدِ الْفِطْرِ فَيَرَى جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُ يُكَبَّرُ فِيهِ جَهْرًا وَاحْتَجُّوا بِقَوْلِهِ تَعَالَى : { وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ } قَال ابْنُ عَبَّاسٍ : هَذَا وَرَدَ فِي عِيدِ الْفِطْرِ بِدَلِيل عَطْفِهِ عَلَى قَوْله تَعَالَى : { وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ } وَالْمُرَادُ بِإِكْمَال الْعِدَّةِ بِإِكْمَال صَوْمِ رَمَضَانَ
Ada pun pada Idul Fitri jumhur (mayoritas) fuqaha memandang bahwa bertakbir dilakukan dengan suara dikeraskan. Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala: “hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,” berkata Ibnu Abbas: ayat ini berbicara tentang Idul Fitri karena kaitannya dengan firman-Nya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya,” maksudnya dengan menyempurnakan jumlahnya, dengan menggenapkan puasa Ramadhan. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/213)
Ada pun kalangan Hanafiyah mereka menganjurkan bertakbir secara disirr-kan, pada hari raya Idul Fitri. Berikut ini keterangannya:
وَذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ إِلَى عَدَمِ الْجَهْرِ بِالتَّكْبِيرِ فِي عِيدِ الْفِطْرِ لأِنَّ الأْصْل فِي الثَّنَاءِ الإْخْفَاءُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْل } وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ. وَلأِنَّهُ أَقْرَبُ مِنَ الأْدَبِ وَالْخُشُوعِ ، وَأَبْعَدُ مِنَ الرِّيَاءِ
Pendapat Abu Hanifah adalah takbir tidak dikeraskan saat Idul Fitri, karena pada asalnya pujian itu mesti disembunyikan, karenanya Allah Ta’ala berfirman: “dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,” dan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sebaik-baiknya dzikir adalah yang tersembunyi.” Karena hal itu lebih dekat dengan adab, khusyu’, dan lebih jauh dari riya’. (Al Mausu’ah, 13/214)
Bersambung …
[ind/alfahmu]