INSPSPIRASI ketika Umair diangkat menjadi gubernur. Khalifah Umar sangat hati-hati dalam memilih para gubernur.
Seakan ia memilih nasibnya sendiri. Yang dipilih adalah orang-orang yang zuhud, shalih, jujur, yang sejatinya mereka tidak menginginkan jabatan, bahkan tidak mau menerimanya kecuali jika dipaksa.
Baca Juga: Istri Gubernur yang Low Profile
Ketika Umair Diangkat Menjadi Gubernur
Meskipun memiliki pandangan yang tajam dan pengalaman yang luas, Umar tetap berhati-hati dalam memilih gubernur dan para menterinya.
Ia sering mengulang-ngulang parameternya, “Aku menginginkan seorang laki-laki, ia seperti rakyat biasa. Aku mengingkan seorang gubernur yang tidak membedakan dirinya dari manusia kebanyakan dalam soal pakaian, makanan, dan tempat tinggal.
Menegakkan shalat, berbagi secara adil, memutuskan perkara dengan adil, dan selalu membuka pintu untuk rakyatnya.”
Berpijak pada parameter inilah, ia memilih Umair bin Sa’d untuk menjadi gubernur Hims. Dengan segala alasan, Umair berusaha menolak. Namun Khalifah tetap memaksannya. Akhirnya, setelah beristikharah, Umair menerima tugas itu.
Setahun sudah ia memerintah Hims, namun selama itu tidak ada aliran dana yang masuk ke pemerintahan pusat di Madinah. Bahkan, ia sama sekali tidak menulis laporan kepada Khalifah Umar. Khalifah Umar memanggil sekretarisnya, menyuruh menulis surat yang berisi pemanggilan Umair untuk datang ke Madinah.
“Pada suatu hari, jalan-jalan kota Madinah menjadi saksi keberadaan seorang laki-laki dengan rambut kusut dan tubuh berdebu.
Ia sangat kelelahan, langkahnya terseok-seok. Saat jauh perjalanan yang ia tempuh. Di pundak kanannya terdapat bungkusan kecil dan satu piring.
Sementara itu, di pundak kiri ada kantong kulit yang kecil berisi air. Ia berjalan dengan menggunakan tongkat kecil yang menandakan kurusnya orang yang menggunakan tongkat itu.
Dengan langkah gontai, ia menuju tempat Khalifah Umar.
Umair, “Assalamu’alaikum, wahai Khalifah.”
Umar menjawab salam itu. Dengan perasaan sedih ia bertanya,
“Umair, ada apa denganmu?”
Umair, “Seperti yang Khalifah lihat. Bukankah aku sehat, darahku bersih, dan semua kebutuhan dunia di tanganku?”
Umar, “Apa yang kau bawa?”
Umair, “Kantong untuk membawa perbekalan, piring untuk makan, kantong air untuk minum dan wudhu, dan tongkat untuk bersandar serta melawan musuh yang menghadang. Demi Allah, ini semua sudah mencukupi kebutuhan duniaku.”
Umar, “Apakah kamu datang dengan berjalan kaki?”
Umair, “Ya.”
Umar, “Apakah tidak ada yang memberimu hewan tunggangan?”
Umair, “Tidak ada, dan aku tidak memintanya.”
Umar, “Bagaimana dengan tugasmu selama ini?”
Umair, “Aku sudah pergi ke wilayah yang Khalifah maksudkan kukumpulkan orang-orang terbaik, lalu kutugaskan untuk mengumpulkan pajak. Setelah berkumpul, kubagikan kepada rakyat yang membutuhkan. Seandainya ada yang tersisa untukmu, pasti kubawa.”
Umar, “Jadi kamu tidak membawa apa-apa untuk kami?”
Umair, “Tidak.”
Khalifah sangat gembira, lalu berseru, “Ketahuilah, Umair kuangkat kembali sebagai Gubernur Hims.”
Umair, “Masa itu telah lewat. Sekarang aku tidak akan menjadi gubernur, baik di masa pemerintahanmu maupun sesudah itu.”
Kisah ini tidak dibuat-buat, tapi benar-benar nyata. Ini adalah kisah sejarah yang pernah terjadi di Madinah, pusat pemerintahan Islam di masa kejayannya.
Tipe manusia apakah, orang-orang mulia ini?!
Khalifah Umar pernah berkata, “Aku ingin sekali memiliki orang-orang seperti Umair yang membantuku dalam melayani kaum muslimin.”
Umair yang dijuluki rekan-rekan sebagai “Tokoh yang Tiada Duanya” benar-benar sudah bisa mengatasi kelemahan manusiawi yang disebabkan oleh menteri dan gemerlapnya dunia.
Keimanan dan keshalihannya sama sekali tidak berubah meskipun ia menjabat sebagai gubernur, bahkan semakin meningkat dan bersinar.
Ketika menjabat sebagai Gubernur di Hims, ia telah menggariskan tugas dan kewajiban seorang kepada pemerintahan Islam. Ia selalu mengutarakannya di depan rakyat, “Ketahuilah, Islam mempunyai dinding yang kokoh dan pintu yang kuat. Dinding Islam adalah berlaku adil sedangkan pintunya adalah kebenaran. Jika dindingya dirobohkan dan pintunya dihancurkan, Islam pasti mudah dikalahkan. Islam akan tetap kokoh selama pemerintahannya kuat. Kuatnya pemerintahan bukan karena bertangan besi, tetapi karena menegakkan kebenaran dan keadilan.”
[Cms]
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom