ChanelMuslim.com – Dendam karena tertekan. Ustazah, jika kita sudah telanjur sakit hati bahkan sampai dendam itu bagaimana? Tapi jujur, sakit hati dendam saya karena lebih dari 7 tahun yang lalu saya mendapat penyiksaan KDRT dari mantan suami. Batin saya tertekan, dihina diremehkan karena keluarga mereka berasal dari silsilah keturunan Raden.
Oleh: Ustazah Herlini Amran, MA.
Baca Juga: Dendam Umair bin Wahab Sebelum Menerima Cahaya Islam
Dendam karena Tertekan
Jawaban
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Mbak yang baik, secara manusiawi, apa yang Mbak rasakan itu memang bisa dipahami. Sakit hati dan dendam karena perlakuan KDRT dari mantan suami ditambah dengan batin yang tertekan karena dihina dan diremehkan karena perbedaan silsilah.
Kita sebagai umat Islam, mestinya merasakan pentingnya peran iman dan Islam. Iman yang berarti yakin dan percaya kepada Allah swt, di antaranya adalah iman kepada takdir yang memiliki kedudukan yang tidak kalah pentingnya dalam Islam.
Takdir yang telah ditetapkan Allah kepada manusia sesungguhnya telah sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah swt, dan di balik takdir tersebut pasti memiliki hikmah dan pesan yang terbaik untuk manusia.
Sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim 2653)
Pengalaman pernikahan yang menyakitkan itu adalah bagian dari takdir yang telah Allah tetapkan. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang menginginkan keburukan dalam kehidupannya apalagi dalam kehidupan pernikahannya.
Namun, jika terjadi juga sesuatu di luar dugaan dan kehendak kita, maka yang perlu kita ingat dan imani adalah kaidah mulia dari firman Allah swt dalam surat al Baqarah ayat 216:
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Bisa jadi pengalaman pernikahan yang mba alami tersebut sepertinya adalah keburukan, namun tidak selamanya itu merupakan keburukan yang hakiki bagi seorang hamba Allah, insya Allah hasil akhir dari takdir tersebut adalah Allah akan memberikan kebaikan yang berlimpah di luar dugaan seorang hamba, selama hamba tersebut beriman, ikhlas dan ridho pada takdir dan ketentuan Allah swt.
Mbak mesti bangkit, move on..Jangan terbelenggu dengan masa lalu, masih banyak yang harus dilakukan untuk masa depan kehidupan di dunia dan di akhirat. Bukankah kita tidak selamanya hidup di dunia?
Ada saatnya, suatu hari, kita akan dipanggil Allah, kembali kepada-Nya, mempertanggungjawabkan semua amal ibadah yang kita lakukan selama hidup di dunia ini. Justru yang menjadi fokus perhatian terbesar kita adalah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi kelak.
Ujian dan cobaan yang Allah berikan pada hamba-Nya hakikatnya adalah untuk meninggikan derajatnya di sisi Allah. Kedudukan Mbak di sisi Allah akan mulia dengan bersabar dalam menghadapinya. Toh sekarang sudah berlalu, suami sudah menjadi mantan.
Mulai lupakan semua kenangan pahit Mbak dengan membuat perencanaan untuk masa depan kehidupan Mbak. Dekatkan diri terus kepada Allah dengan menjalankan semua perintahnya, tidak hanya ibadah wajib saja yang Mbak lakukan, semua ibadah Sunnah semampunya dilaksanakan agar kita menjadi hamba-hamba yang dicintai-Nya.
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya, besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. [HR. at-Tirmidzi no. 2396 dan Ibnu Mâjah no. 4031 (Ash-Shahîhah no. 146).
Mari rencanakan kehidupan masa depan, mohon kepada Allah agar mampu melupakan pengalaman pahit masa lalu. Mudah-mudahan dengan berjalannya waktu, rasa dendam, benci dan marah segera sirna. Sesungguhnya yang paling mulia di antara manusia adalah yang paling bertakwa.
Kita pantaskan diri kita menjadi salah satu dari hamba-hamba yang bertakwa. Bila Mbak masih merasakan dendam dan marah juga, alihkan dengan membaca Kalamullah dan merenungi arti dan maknanya, lantunkan zikir mengingat Allah dalam setiap waktu. Sukses ya Mbak.[ind/SyariahConsultingCenter]