ChanelMuslim.com – Umair bin Wahab al-Jumahi kembali dari Perang Badar dalam kondisi selamat, akan tetapi ia pulang tanpa membawa anaknya yang bernama Wahab karena ditawan oleh kaum Muslimin.
Umair amat khawatir bila kaum Muslimin akan menyiksa anaknya karena dosa yang telah dibuat oleh ayahnya. Ia juga amat khawatir bila kaum Muslimin akan menganiaya dengan bengis sebagai balas dari tindakan ayahnya saat menyakiti Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Di suatu pagi, Umair hendak pergi ke Masjidil Haram untuk berthawaf di Ka’bah dan mencari keberkahan para berhala yang ada disana. Ia bertemu dengan Shafwan bin Umayyah yang sedang duduk di samping Hijir Ismail.
Lalu Umair menghampirinya dan berkata, “Selamat pagi, wahai pemuka Bangsa Quraisy!” Shafwan membalas, “Selamat pagi, Abu Wahab. Duduklah agar kita dapat berbicara sejenak! Sebab waktu dapat berhenti karena pembicaraan.”
Baca Juga: Kesuksesan Dakwah Mush’ab bin Umair di Madinah
Dendam Umair bin Wahab Sebelum Menerima Cahaya Islam
Umairpun duduk di hadapan Shafwan bin Umayyah. Kedua pria tersebut akhirnya mengingat peristiwa Badar dan kekalahan mereka yang telak. Mereka juga menghitung kaum mereka yang menjadi tawanan di tangan Muhammad dan para sahabatnya.
Dan mereka menjadi bergidik saat mengingat para pembesar Quraisy yang mati terbunuh oleh pedang kaum Muslimin. Dan mereka terkenang akan Al-Qalib, lalu Shafwan langsung berseru, “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih nikmat setelah mereka.” Umai menyahut, “Demi Allah engkau benar.”
Lama berselang Umair berkata lagi, “Demi Tuhan pemilik Ka’bah, kalau aku tidak ingat utangku yang tidak sanggup aku bayar, kalau saja aku tidak khawatir dengan keluarga yang aku khawatirkan kehidupan mereka bila aku tidak ada, pasti aku sudah mendatangi Muhammad dan membunuhnya. Sehingga aku dapat menyelesaikannya dan menolak segala kejahatannya.”
Kemudia ia meneruskan lagi ucapannya dengan suara pelan, “Dan keberadaan anakku yang bernama Wahab yang menjadi tawanan mereka. Itu membuat kepergiannku ke Yastrib menjadi hal yang tidak dapat dielakkan.”
Bersambung… [Ln]