UMAIR bin Wahb duduk merenungkan ajaran Islam yang begitu pemaaf dan Rasulullah yang begitu mulia. Ia teringat sepak terjangnya di Perang Badar.
Ia juga ingat masa lalunya di Mekkah yang dengan sekuat tenaga memerangi Rasulullah dan pengikutnya. Lalu, ia datang ke Madinah membawa pedang untuk membunuh Rasulullah.
Semua kenangan pahit itu, hanya dalam sekejap terhapus dengan ucapan “La ilaha illallah, Muhammadur-Rasulullah”. Alangkah pemaafnya Islam ini.
Baca Juga: Keluarga yang Berlimpah Kemuliaan Karena Al-Quran
Umair bin Wahb Menyadari Kemuliaan Islam
Hanya dalam sekejap, Islam menghapus kesalahan-kesalahan masa lalu.
Hanya dalam sekejap, kaum muslimin melupakan semua tindakan jahat dan permusuhannya terdahulu, dan membukakan pintu untuk dirinya dengan penuh kasih sayang.
Begitukah yang terjadi, padahal pedang yang dulu menyakiti mereka berkilau di hadapan mereka?
Semua kesalahan dan kejahatan itu dilupakan. Yang ada sekarang hanyalah seorang Umair yang sudah masuk Islam dan menjadi bagian dari mereka. Memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti mereka.
Begitu mudahkan? Padahal baru saja Umar bin Khaththab hendak membunuhnya. Dan sekarang, ia lebih disukai Umar daripada anaknya sendiri.
Jika satu detik kejujuran yaitu ketika dia mengumumkan keislamannya, mendapatkan penghargaan begitu besar dari Islam, maka Islam adalah agama yang sangat mulia.
Dalam sekejap, Umair mengetahui kewajibannya sebagai muslim. Ia harus membelanya seperti dulu ia memeranginya.
Ia harus memperjuangkannya seperti dulu ia memperjuangkan kesyirikan dan menyuguhkan kejujuran, jihad, serta ketaatan agar mendapat ridha Allah dan Rasul-Nya.
Suatu hari, ia datang menemui Nabi dan berkata, “Ya Rasulullah, dahulu aku berjuang untuk memadamkan cahaya Allah dan sangat jahat terhadap orang yang memeluk agama.
Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, sekarang, izinkan aku pergi ke Mekah. Aku akan mengajak mereka ke jalan Allah dan Rasul-Nya, ke jalan Islam.
Semoga mereka diberi hidayah oleh Allah. Kalau tidak, aku akan menyakiti mereka karena tetap bersikeras dengan agama mereka, sebagaimana dahulu aku menyakiti kaum muslimin karena bersikeras berpegang pada Islam.”
Sumber: 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom
[Ai/Ln]