Chanelmuslim.com – Penduduk Mekah menjuluki Umair bin Wahb Setan Quraisy, namun kemudian ia menjadi pejuang Islam.
Pada Perang Badar itu, setan Quraisy ini mendapat pukulan hebat. Pasukan kafir Quraisy kembali ke Mekah dengan membawa kekalahan memalukan. Umair bin Wahb kehilangan satu putranya, karena tertawan oleh pasukan Islam.
Pada suatu hari, ia terlibat dalam percakapan dengan sepupunya, Shafwan bin Umayyah yang menyimpan dendam mendalam kepada kaum muslimin setelah ayahnya, Umayyah bin Khalaf tewas dalam Perang Badar.
Baca Juga: Keberanian Abdullah bin Masud Dihadapan Quraisy
Umair bin Wahb, Setan Quraisy yang Menjadi Pejuang Islam
Shafwan dan Umair duduk berbincang-bincang melampiaskan kebencian.
Marilah kita dengarkan Urwah bin Zubari memaparkan percakapan panjang mereka.
Shafwan, “Demi Tuhan, tidak ada gunanya lagi hidup setelah kita kehilangan banyak orang di Perang Badar.”
Umair, “Benar! Seandainya bukan karena tanggungan hutang dan anak-istri, aku akan berangkat ke Madinah untuk membunuh Muhammad. Aku punya alasan untuk bertemu dengannya, yaitu urusan anakku yang menjadi tawanan.”
Shafwan,”Akan kulunasi utangmu dan kucukupi kebutuhan keluagamu.”
Umair,”Kalau begitu, jangan cerita kepada siapa pun tentang masalah ini.”
Umair mengasah pedangnya, lalu pergi ke Madinah.
Di Madinah, saat itu, Umar bin Khaththab sedang bercakap-cakap dengan beberapa kaum muslimin tentang Perang Badar. Mereka menyebut-nyebut pertolongan Allah kepada mereka. Tiba-tiba pandangan Umar tertuju kepada Umair bin Wahb yang mengikat tali kekang kudanya di depan masjid, dengan membawa pedang. Umar berkata, “Ada Umair bin Wahb. Demi Allah, kedatangannya pasti untuk maksud jahat. Dialah yang menyebarkan fitnah di antara kita. Dan dialah yang menghitung jumlah kita di Perang Badar.”
Lalu, Umar masuk menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Ya Rasulullah, Umair datang dengan membawa pedang.”
Rasulullah menjawab, “Suruhlah ia masuk menghadapku.”
Umar pergi mengambil pedang dan memanggulnya, lalu berkata kepada orang-orang Anshar yang tadi bersamanya, “Masuk dan duduklah dekat Rasulullah. Lindungilah beliau dari kejahatan laki-laki busuk yang tidak bisa dipercaya ini.”
Sambil memanggul pedang, Umar mengantar Umair masuk menghadap Rasulullah.
Rasulullah bersabda, “Biarkan dia, wahai Umar. Umair, mendekatlah.”
Umair mendekat dan berkata, “Bersenang-senanglah di pagi ini.” Ini adalah salah yang diucapkan orang-orang sebelum kedatangan Islam.
Nabi menjawab,”Allah telah memberi kami ucapan salam yang lebih baik dari ucapan salammu itu. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu. Inilah ucapan salam para penduduk surga.”
Umair, “Demi Tuhan, aku baru mendengarnya, hai Muhammad.”
Rasulullah, “Apa maksud kedatanganmu?”
Umair, “Aku datang untuk urusan anakku yang menjadi tawanan kalian.”
Rasulullah, “Lantas, untuk apa pedang itu?”
Umair, “Pedang sialan! Apakah menurutmu aku akan menggunakan pedang ini?”
Rasulullah, “Jujurlah, hai Umair. Apa maksud kedatanganmu yang sebenarnya?”
Umair, “Seperti yang sudah kusebutkan.”
Rasulullah saw “Bukankah engkau telah duduk bersama Shafwan bin Umayyah di sebuah batu, berbincang-bincang tentang orang-orang Quraisy yang tewas di Badar. Kamu berkata, ‘Seandainya bukan karena tanggungan utang dan anak-istri, aku akan berangkat untuk membunuh Muhammad.’ Shafwan menanggung utang dan anak-istrimu dengan syarat kamu bisa membunuhku. Ketahuilah, Allah akan menghalangi maksud jahatmu.”
Saat itulah Umair berseru, “Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu annaka Rasulullah. Yang mengetahui masalah ini hanya aku dan Shafwan. Demi Allah, pasti engkau diberi tahu oleh Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memberiku hidayah.”
Lalu, Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Ajarkan Islam dan Al-Qur’an kepadanya dan bebaskan anaknya.”
Begitulah Umair bin Wahb masuk Islam.
Setan Quraisy iu telah masuk Islam. Ia telah terpesona dengan cahaya Rasulullah. Hanya dalam sekejap, ia sudah berubah menjadi pembela Islam yang gigih.
Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman tangan-Nya. Saat Umair datang ke Madinah, di mataku, ia lebih menjijikan daripada babi. Tapi sekarang, ia lebih aku sukai daripada beberapa anakku sendiri.”
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom