ChanelMuslim.com- Kepulangan Habib Rizieq tiba-tiba menjadi isu menghebohkan. Hal tersebut bergulir setelah Pemimpin FPI, Ahmad Shabri Lubis, menyatakan bahwa kepulangan Imam Besar FPI tersebut tidak akan lama lagi.
Ada yang menarik pasca aksi 1310 yang dilakukan gabungan ormas Islam termasuk FPI pada 13 Oktober lalu di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Saat itu, FPI menyebut bahwa kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) tidak akan lama lagi. Hal ini, menurut FPI, pencekalan terhadap HRS oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi sudah dicabut tepat pada saat aksi tersebut dilangsungkan.
Namun begitu, FPI masih mengupayakan agar kepulangan HRS bisa segera dilakukan. Artinya, ada kendala lain yang masih simpang siur di publik soal sebab HRS belum juga pulang. Apa itu?
Pihak FPI mensinyalir bahwa pemerintah RI sendiri yang menghambat kepulangan tersebut. Seperti dilansir sejumlah media, Jubir FPI, Munarman, menyatakan bahwa Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, sebagai sosok penghambat kepulangan HRS ke tanah air.
Munarman mengomentari pernyataan Agus Maftuh bahwa HRS terhambat pulang karena adanya status red blink dari keimigrasian Arab Saudi. “Aneh ya, ada dubes yang kerjanya justru mempersulit WNI yang mau pulang ke negara sendiri,” ujarnya seperti dilansir laman Warta Ekonomi, Kamis (15/10).
Harusnya, masih menurut Munarman, sebagai diplomat melindungi warga negara di tempatnya bertugas.
Namun pihak Dubes justru menjelaskan yang berbeda. Menurutnya, HRS bisa pulang dengan mudah asal kooperatif dengan pihak Kedubes dan Konjen RI di Arab Saudi. HRS harus membayar denda karena overstay, karena visa yang diajukan ke pemerintah Saudi untuk umroh.
Tentang alasan keamanan yang disebut Arab Saudi, sejumlah pihak menjelaskan bahwa hal itu karena Arab Saudi begitu alergi dengan hal yang berbau politik. Keberadaan HRS di Arab Saudi dinilai begitu kental aroma politik, meskipun tentang politik Indonesia.
Soal pernyataan mana yang benar, tidak mudah mengambil kesimpulan. Faktanya, Habib Rizieq sudah hampir tiga tahun berada di Arab Saudi. Siapa pun yang memiliki kecintaan dengan tanah air, pasti akan merasakan kerinduan untuk kembali. Begitu pun dengan para murid dan pengikut HRS yang begitu rindu mendapatkan taushiyah langsung dari beliau.
Di luar itu, sejumlah pihak menilai ada semacam ketakutan dari pemerintah terhadap suara oposisi pasca koalisi gemuk partai-partai dengan pemerintah. Semestinya, koalisi besar itu membangun ketenangan pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya.
Entah kenapa, setelah muncul organisasi oposisi seperti KAMI, sejumlah pejabat tinggi menjadi tampak begitu emosional menyikapi gabungan tokoh nasional ini. Organisasi yang belum berusia tiga bulan ini seolah seperti raksasa besar yang sewaktu-waktu akan menumbangkan pemerintah.
Sebelumnya, sosok Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, seperti bayang-bayang yang menyaingi kharisma pemerintah saat ini. Nyaris, hal apa pun yang dilakukan Anies, akan direspon begitu serius oleh pihak-pihak pendukung pemerintah.
Padahal, publik menilai, apa yang dilakukan Anies tak lebih karena posisinya sebagai pemimpin DKI Jakarta yang juga ibukota RI. Dan sama sekali, tidak berhubungan dengan aroma oposisi.
Dalam negeri demokrasi, sejatinya, perbedaan bahkan kritik dan gugatan kebijakan tidak dianggap sebagai ancaman. Kritik dan gugatan harusnya dilawan dengan penjelasan dan kerja nyata yang bisa dirasakan rakyat.
Jika situasi konflik seperti ini yang terus dimunculkan, sebenarnya, bukan Anies Baswedan, KAMI, atau Habib Rizieq yang membesarkan diri mereka di mata rakyat. Mereka yang terus memelihara konflik itulah yang kian melambungkan sosok-sosok tersebut. (Mh)