Chanelmuslim.com – Perdebatan Seorang Murtad Di Hadapan Sultan Sulaiman Al-Qanuni
Seorang pemimpin memang seharusnya bijak dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin yang takut pada Allah, tentu akan selalu berteman dan meminta pendapat pada para alim ulama. Sebagaimana kisah berikut, tentang seorang yang menafsirkan Al Quran berdasarkan pendapatnya dan membuat resah orang-orang beriman. Sultan kemudian mengundangnya untuk berdebat dengan para ulama tanpa ia saksikan secara langsung.
Orang-orang di Istanbul ramai membicarakan tentang seorang lelaki asing yang muncul tiba-tiba di dalam kota. Laki-laki itu mendebat para ulama Istabul dalam perdebatan yang terasa aneh.
Siapakah laki-laki itu? Apakah masalah yang diperdebatkannya?
Laki-laki itu bernama Mulla Qabiz. Ada yang mengatakan bahwa ia datang dari Iran. Ia menyatakan bahwa Nabi Isa lebih mulia daripada Nabi. Pernyataannya itu membuat gempar seluruh kota Istanbul. Ia juga mengatakan bahwa agama Kristen lebih baik daripada Islam. Mulla Qabiz menukil beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits untuk mendukung pernyataan itu, dan menafsirkannya berdasar pada pendapatnya.
Baca Juga: Puncaknya Kejahatan adalah Riddah (Murtad)
Perdebatan Seorang Murtad Di Hadapan Sultan Sulaiman Al-Qanuni
Kabar tentang Mulla Qabiz dan penyataannya merebak di seantero Istanbul. Masyarakat gempar dan marah. Melihat keadaan itu, Shadrul A’zham mengirim utusan untuk menemui Mulla Qabiz. Ia diundang untuk hadir dalam forum debat di hadapan Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Mulla Qabiz senang mendapat undangan itu, karena ia telah berhasil “mengguncang” Istanbul dan menjadi terkenal. Ia senang Sultan Sulaiman Al-Qanuni mendengar kabar tentang dirinya, hingga ia bisa hadir dalam forum debat ulama yang dihadiri oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Ia sangat yakin bisa memenangkan perdebatan itu.
Pada waktu yang telah ditentukan, Mulla Qabiz hadir dalam forum. Shadrul A’zham duduk di deretan para menteri. Di sana hadir pula dua orang yang mengenakan pakaian yang biasa dipakai oleh ulama. Sementara Sultan Sulaiaman Al-Qanuni duduk di belakang tirai, sehingga orang-orang yang hadir di sana tidak bisa melihatnya.
Shadrul A’zham mulai menanyakan Mulla Qabiz perihal kebenaran berita yang beredar di masyarakat. Mulla Qabiz membenarkan berita itu. Shadrul A’zham menyuruh Mulla Qabiz untuk memaparkan argumentsi untuk mendukung penyataannya. Ia mengatakan dirinya telah mengundang dua ulama untuk berdebat dengan Mulla Qabiz; yaitu mufti Anatolia dan mufti Romalli. Sambil berkata demikian, Shadrul A’zham mengarahkan tangannya kepada dua orang yang dimaksud.
Mulla Qabiz mulai memaparkan pandangannya dan menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits untuk menguatkannya.Dua ulama yang hadir menentang pandangan Mulla Qabiz, lalu menjelaskan letak keselahatan Mulla Qabiz dalam menakwilkan dan memahami dari ayat dan hadits yang dibaca oleh Mulla Qabiz. Hanya saja, Mulla Qabiz tetap dengan bersikeras dengan pandangannya, dan perdebatan pun berjalan beberapa jam kemudian. Perdebatan berlangsung tanpa membawa manfaat apa-apa, hingga dua ulama mengatakan bahwa pandangana Mulla Qabiz telah menyebabkan keluar dari Islam. JIka tidak bertaubat, Mulla Qabiz akan mendapatkan hukuman selayaknya orang murtad. Namun demikian, Shadrul A’zham membiarkan Mulla Qabiz meninggalkan tempat debat tanpa mengusik keselamatannya.
Setelah Mulla Qabiz meninggalkan tempat, Sultan Sulaiman Al-Qanuni yang mendengarkan sedari awal perdebatan tersebut, memanggil Shadrul A’zham. Ia berkata kepada Shadrul A’zham, “Mengapa kamu membiarkannya pergi begitu saja? Tidakkah kamu mendengar kebatilan yang diucapkannya?”
Shadrul A’zham berkata, “Yang Mulia, pemikiran hanya bisa dikalahkan dengan pemikiran, bukan dengan kekuatan. Dalam perdebatan ini, kami tidak bisa membatah perkatan Mulla Qabiz. Karena itu, kami membiarkannya pergi.”
“Jadi, apa pendapatmu? Apakah kita membiarkannya ia bebas menyebarkan racun meruntuhkan argumentasinya, Yang Mulia. Sesudah itu, kita kan menerapkan hukuman murtad atas dirinya, jika ia tidak bertaubat.
“Bagaimana kita bisa meruntuhkan argumentasi, jika ia pandai berdabat?”
“Hanya ada satu orang alim yang bisa melakukannya, Yang Mulia.”
“Siapa dia?”
“Syaikhul Islam Ibnu Kamal yang alim.”
“Kalau begitu, panggil dia. Biarkan dia berdebat dengan Mulla Qabiz di hadapan kita.”
Untuk kedua kalinya diadakan forum perdebatan yang dihindari pula oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Mulla Qabiz berjalan menuju ruang debat dengan sikap angkuh. Ia merasa bangga namanya dikenal di seantero negeri. Namun, kali ini ia menerima batunya, ia berhadapan dengan ulama yang memiliki kemampuan luar biasa. Ia berhadapan dengan Ibnu Kamal yang alim dan juga terkenal.
Kali ini perdebatan tidak berlangsung lama, karena Ibnu Kamal mampu menutup celah debat bagi Mulla Qabiz dan membuatnya tak mampu bicara. Mulla Qabiz hanya bisa terdiam dan menganggukkan kepala. Sementara itu, Sultan Sulaiman Al-Qanuni menyaksiakan perdebatan itu dengan suka cita. Ia senang Mulla Qabiz dapat dikalahkan. Ibnu Kamal menunggu sejenak. Saat ia melihat Mulla Qabiz lama terdiam dan tak mampu biacara, ia mengarahkan agar Mulla qabiz bertaubat dan membaca istighfar. Jika tidak, maka ia akan divonis sebagai orang murtad dan berhak mendapatkan hukuman. Namun, Mulla Qabiz adalah orang yang keras kepala, ia bangga dengan perbuatan doa yang dilakukannya. Ia tetap tidak mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Setelah kalah dalam debat, ia justru mencela Ibnu Kamal dengan cacian dan makian. Hanya saja…kali ini dia tidak dibiarkan bebas begitu saja. Ia ditangkap untuk mendaptkan ganjarannya…ganjaran orang murtad.
(Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad & Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pustaka Al-Kautsar)