ChanelMuslim.com – Untuk pertama kalinya dalam sejarah pendidikan di Afghanistan, universitas Kabul membuka program Master khusus membahas masalah gender dan kajian kewanitaan. Langkah ini dianggap sebagai terobosan baru di negara Asia yang berpenduduk mayoritas Muslim tersebut.
“Ada banyak perubahan bagi perempuan, tapi itu belum cukup,” Zheela Rafhat, seorang guru SMA dan salah satu dari 28 mahasiswi yang terdaftar pada program dua tahun, yang akan menangani mata pelajaran seperti gender dan kekerasan, mengatakan kepada Reuters, Sabtu, 24 Oktober lalu.
Di bawah kekuasaan Taliban dahulu, pendidikan perempuan tetap menjadi masalah pelik, karena banyak tuduhan perempuan dan anak perempuan dilarang untuk bersekolah.
Meksipun jutaan gadis telah kembali ke sekolah dalam 14 tahun terakhir, namun akses ke pendidikan tinggi masih sangat terbatas.
Program gelar Master terbaru ini dipuji karena bisa membantu penyebaran kesadaran dan mengirim orang-orang ke dalam angkatan kerja yang dapat mempromosikan kesetaraan.
Delapan belas wanita dan sepuluh orang telah terdaftar dalam program master ini.
Program ini sendiri didanai oleh Korea Selatan dan dijalankan oleh unit Program Pembangunan yang berkoordinasi dengan pemerintah.
Program Master ini menuai beberapa kritikan karena dianggap sebagai intervensi asing dalam bentuk lain.
“Beberapa orang menganggapnya hal yang serius,” kata Nargis Nazer Hossain, seorang mahasiswi berusia 21 tahun dari Kabul.
“Mereka pikir itu untuk kepentingan asing.”
Kritikan
Persetujuan untuk adanya program ini tentu saja hanya diberikan beberapa bulan setelah disampaikan kepada Departemen Pendidikan Tinggi, kata Ghulam Farooq Abdullah, dekan Fakultas universitas Ilmu Sosial.
Abdul Bari Hamidi, seorang profesor studi Islam dan anggota komite menteri yang menyetujui program pascasarjana baru, menyatakan dirinya keberatan kalau program master ini mempromosikan kesetaraan gender.
“Tidak ada kesetaraan gender dalam Islam,” kata Hamidi.
“Dalam urusan keluarga, kepala keluarga haruslah seorang pria, dan menjadi seorang Imam adalah terbatas pada laki-laki.”
Namun Hamidi diyakinkan bahwa program Master terkait gender ini akan tetap dalam konteks budaya Afghanistan dan bukan budaya barat.[af/onislam]