SUDAH hampir 11 bulan saya dicerai dan masih digantung dan suami tidak mau bertanggung jawab setelah bercerai, kalau anak-anak mengingatkan masalah nafkah, si suami enggak pernah respon.
Masalahnya, saya masih dicerai gantung. Kalau saya ingin membicarakan masalah itu, dia tidak mau bicara. Hanya diàm sàja.
Masalah utang di bànk yang pinjam suami saya dengan jaminan surat tanah saya dan sampai sekarang saya masih membayarnya.
Apa yang harus saya lakukan supaya masalahnya selesai. Terima kasih Ustazah atas jawabannya.
Baca Juga: Setelah Perceraian Anak Saya Sering Merindukan Ibunya
Suami Tidak Mau Bertanggung jawab setelah Bercerai
Ustazah Nurhamidah, M.A. mendoakan semoga ibu diberi kekuatan dan jalan keluar dari Allah Subhanahu wa taala atas permasalahan 3 hal dengan seorang suami:
nusyuz tidak menafkahi, Ila (digantung statusnya/tidak digauli) dan kezaliman utang pribadi menggunakan jaminan aset istri.
1. Bab tidak menafkahi, dalam kasus ini, jika suami melakukan kesalahan Nusyuz atau meninggalkan kewajiban sebagai suami dan ayah dalam Qs 4: 128-130.
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kalian menggauli istri kalian dengan baik dan memelihara diri kalian (dari nusyuz dan sikap tak acuh),
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (kalian), walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian.
Karena itu, janganlah kalian terlalu cenderung (kepada yang kalian cintai), sehingga kalian biarkan yang lain terkatung-katung.
Dan jika kalian mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana.” (An-Nisaa’ ayat 128-130)
Baca Juga: Bergurau Mengucapkan Kata Cerai
Maka yang perlu dilakukan istri adalah:
1. Ikhtiar mencari solusi untuk memperbaiki akhlak dan kekurangan suami.
2. Mencari juru damai (hakam) yang bijak untuk mencari keadilan dan solusi terbaik untuk kedua pihak.
3. Jika keputusan akhirnya bercerai maka perceraian tanpa membuka aib masing-masing pihak dan tanpa memisahkan anak dengan ayah dan ibunya.
Hanya saja, gugat cerai dari pihak istri namanya khulu’. Proses persetujuan khulu’ harus dari pihak pengadilan agama.
Namun, sangat disayangkan jika gugatan cerai kepada suami padahal istri adalah korban kezaliman suami bisa menyebabkan anak-anak menjadi korban dan telantar.
Untuk itulah, jika karena kasusnya KDRT, kezaliman suami maka sebaiknya bukan minta gugatan cerai tapi saat pengaduan di pihak pengadilan agama disampaikan dengan detail.
Jadi, nanti keputusan pengadilan adalah talaq dari pihak suami.
Dengan demikian, ibu tidak perlu mengembalikan mahar justru nanti mendapatkan mut’ah uang ganti rugi dari pihak suami sebagaimana dalam Qs. 33: 28.
2. Bab kasus ila (menggantung status istri). Dalam Qs 2 :226-227, maka dikasih tempo selama 4 bulan.
Maka setelah 4 bulan, pihak suami akan dipaksa memberi keputusan talak istri atau tidak dengan cara langsung mencampuri istri dan memberi nafkah lahir dan batin.
Sebaiknya, ajak orang yang bisa dijadikan hakam untuk memperbaiki hubungan ini atau minta kejelasan pengadilan agama di KUA.
3. Soal utang. Masalahnya sudah terikat dengan pihak bank maka tidak bisa lari dan mencari alasan untuk lari, tinggal bagaimana pihak keluarga mengingatkan dan menuntut suami untuk bertanggung jawab dalam hal ini.
Sebab soal utang tidak selesai urusannya di dunia bisa bangkrut di pengadilan akhirat. Wallohu a’lam.[ind]