ChanelMuslim.com- Turki merupakan negara yang menjadi ikon pariwisata Islam setelah Saudi Arabia. Tidak heran jika penyelenggara umroh menambahkan paketnya dengan kunjungan ke kota Istanbul, Turki. Selain menarik, Istanbul di Turki sarat dengan sejarah perkembangan Islam dunia.
Namun, para pelancong muslim kerap kebingungan, kalau tidak mau disebut kecewa, ketika mereka begitu repot berkomunikasi dengan orang Turki. Pasalnya, mayoritas orang Turki tidak bisa berbahasa Inggris dan Arab. Lha, gimana ngomongnya?
Jika mencermati dari fisik dan penampilan, pantasnya orang Turki yang bule dan berbatasan dengan benua Eropa, sudah sangat fasih berbahasa Inggris. Tapi nyatanya, 95 persen orang Turki dikabarkan tidak bisa berbahasa Inggris.
Fenomena ini merata di semua kalangan orang Turki. Mulai dari pedagang, petugas keamanan, pegawai bandara, bahkan mahasiswa pun kebingungan jika diajak bicara Inggris. Yang repotnya, pemandu wisata pun susah berbahasa Inggris.
Pengalaman dari para pelancong yang berwisata ke Istanbul, mereka kerap menggunakan bahasa isyarat. Persis seperti bahasa yang digunakan kelompok disabilitas. Untuk menyebutkan angka 42 ketika akan membeli sepatu, pelancong menggunakan isyarat jari tangan dengan memperlihatkan empat dan dua jari.
Lalu, bagaimana jika ukuran sepatu yang diinginkan ukurannya tidak dengan angka, tapi dengan huruf seperti S, M, L, dan XL. Repot kan!
Seorang pelancong bahkan pernah nyaris batal membeli barang lantaran si penjual meminta pembeli untuk membayar lebih untuk satu bungkus plastik. Karena bungkus plastik di sana juga memiliki harga seperti halnya di Indonesia. Dan satu bungkus plastik di sana harganya 25 sen. Atau mereka menyebutnya dengan kurs.
Bagaimana jika pelancong mengalami masalah di bandara? Seperti kehilangan tas, passport, atau lainnya. Terus terang, inilah perjuangan sangat berat dari para pelancong. Sudah kehilangan barang, kerepotan juga mengadukan masalahnya.
Mungkin hanya satu hal yang bisa langsung dipahami oleh para pelancong dan orang Turki. Yaitu, saat mereka melaksanakan shalat jamaah di masjid. Karena, ucapan shalatnya sama, dan gerakannya pun tidak beda jauh.
Sebenarnya, apa sih yang membuat orang Turki menjadi aneh seperti itu? Bahkan, sebuah survey memperlihatkan bahwa Turki merupakan negara paling buruk kedua setelah Kosovo dalam kemampuan warganya berbahasa Inggris.
Di antara analisis menunjukkan jawaban bahwa hal tersebut sebagai dampak dari kebijakan politik penguasa Turki pasca keruntuhan kekhilafahan Islam, yaitu Kemal Ataturk. Penguasa otoriter ini mewajibkan warga Turki hanya menggunakan bahasa Turki untuk semua hal.
Bahkan, saat itu, panggilan azan shalat pun diganti dengan menggunakan bahasa Turki. Semua mushaf Alquran ditarik, dan diganti dengan Alquran berbahasa Turki, bukan Arab. Dan kelanjutan dari kebijakan ini bukan hanya dengan bahasa Arab, bahasa lain pun bernasib sama termasuk bahasa Inggris.
Baru ketika di era kepemimpinan Erdogan, Turki kembali bisa menikmati bahasa Arab melalui mushaf Alquran. Azan pun sudah normal seperti lazimnya azan di seluruh dunia. Jilbab yang sebelumnya menjadi busana haram di Turki, di masa Erdogan sudah boleh dikenakan.
Bagi orang Turki saat ini, keengganan menggunakan bahasa asing seperti Arab dan Inggris akhirnya menjadi kebablasan. Mereka tidak merasa perlu untuk berbahasa asing. Semua produk impor langsung diterjemahkan dalam bahasa Turki. Repotnya, produk asli Turki jarang yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
Betapa repotnya pelancong yang ingin tahu komposisi makanan kemasan produk Turki. Yang paling bisa disimak hanya satu: masa kadaluarsanya. Dan syukurnya, hal itu masih tertulis dengan baik.
Secara geo politik, kebijakan konyol Ataturk ini memang memiliki daya redam yang kuat terhadap perkembangan budaya di Turki. Baik itu pengaruh budaya Eropa maupun dari Islam. Padahal, Turki bisa dibilang berada di wilayah penghubung antara benua Eropa di utara dengan benua Asia dan Afrika di selatan.
Di sebelah utara, Turki berbatasan langsung dengan negara Bulgaria yang sudah masuk dalam kawasan Eropa. Di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Suriah yang sangat kental dengan budaya Islam.
Dengan strategi licik Ataturk ini, orang Turki menjadi asing dengan budaya Eropa dan terputus dengan budaya Islam yang masuk melewati Suriah. Seperti diketahui, Suriah merupakan negara sunni yang berbatasan langsung dengan Irak dan Arab Saudi.
Kini, pilihan ada pada warga Turki sendiri. Apakah mereka akan tetap terkungkung dengan pola pikir Ataturk. Atau, terbuka menjadi negara yang penting sebagai jembatan antara budaya Eropa dan Islam.
Terasa sangat aneh, memang. Turki yang bersemangat untuk menjadi negara yang mendunia, tapi tidak bisa berbahasa dunia: Arab dan Inggris.
Janganlah diteruskan budaya baru di Turki saat melayani tamu-tamu pelancong yang datang dari berbagai belahan dunia. Di mana mereka tidak berbahasa Arab, dan tidak juga Inggris. Melainkan, dengan bahasa “tarzan” di mana jari jemari menjadi bahasa simbol yang paling gampang dimengerti. (Mh)