BAGAIMANA status wafat bunuh diri dalam pandangan syariah? Ada pertanyaan yang diajukan kepada Ustaz Farid Nu`man. Assalamualaikum ustadz mau tanya. Ada seorang anak muda (laki-laki) yang meninggal bunuh diri karena tidak diizinkan menikahi pacarnya oleh orang tuanya karena ia belum bisa mencari nafkah sendiri.
Pertanyaan :
1. Berdosakah orangtuanya?
2. Apakah orang yang bunuh diri kekal di neraka?
3. Bisakah orang yang hidup mendokan agar orang yang bunuh diri dimaafkan dosanya?
Wassalamualaikum.
Baca Juga: Status Orang Mati Bunuh Diri
Status Wafat Bunuh Diri dalam Pandangan Syariah
Jawaban Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah
1. Tidak, ketidaksetujuan orang tuanya beralasan
Sebab laki-laki itu qawwam, bertanggungjawab menafkahi istri dan anak. Nikah bukan hanya modal cinta, nafsu, dan semangat.
2. Jika dia melakukan karena putus asa, bukan karena menghalalkan bunuh diri itu sendiri, maka dia masih muslim
Jika dia bunuh diri karena menghalalkan bunuh diri, maka dia kekal di neraka.
3. Boleh, baik sangka dia masih muslim
Lengkapnya dibawah ini: Wafat Bunuh Diri, Bagaimana Menyikapinya?
Dari Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
Dihadapkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang laki-laki yang membunuh dirinya dengan menggunakan Masyaaqis, lalu Beliau tidak menshalatkannya. (HR. Muslim No. 978, At Tirmidzi No. 1068, Abu Daud No. 3185, Ahmad No. 20816, 20848)
Hadits ini menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mau menshalatkan orang yang bunuh diri. Apakah sikap Beliau menunjukkan larangan menshalatkannya?
Ataukah bermakna sekedar tidak suka? Ataukah itu bermakna hilangnya syafaat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk orang tersebut?
Ataukah itu merupakan sikap peringatakan bagi yang lainnya agar tidak melakukan hal serupa?
Sebagian ulama mengatakan bahwa secara mutlak orang bunuh diri tidak boleh dishalatkan. Sebagian lain mengatakan orang bunuh diri tetap dishalatkan, sebab perbuatan nabi hanyalah peringatan dan pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukannya.
Ada pula yang mengatakan, imam kaum muslimin tidak usah menshalatkan adapun selainnya boleh menshalatkan. Imam At Tirmidzi menerangkan: Para ulama telah berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetap dishalatkan untuk orang yang masih melaksanakan shalat menghadap kiblat dan bagi orang yang membunuh dirinya. Inilah pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Ishaq.
Sedangkan Ahmad berpendapat bahwa Imam tidak usah menyolatkan orang yang bunuh diri, dan selain Imam boleh menshalatkannya. (Sunan At Tirmidzi No. 1068)
Tertulis dalam Al Bahr Az Zakhar – Musnad Al Bazzar: Menurut kami, Sesungguhnya Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam tidak mau menshalatkannya -wallahu a’lam- sebagai hukuman agar tidak ada orang lain yang mengulangi perbuatan itu, melakukan itu terhadap dirinya sendiri.” (Al Bahr Az Zakhar, No. 4278, pada Bab Musnad Jabir bin Samurah)
Hal serupa juga dikatakan Imam An Nawawi Rahimahullah: Pada hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan: “Orang yang bunuh diri tidaklah dishalatkan karena kedurhakaannya.” Inilah madzhab Umar bin Abdul Aziz dan Al Auza’i.
Sedangkan Al Hasan, An Nakha’i, Qatadah, Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan mayoritas ulama mengatakan: “Dia dishalatkan.”
Mereka memberikan jawaban terhadap hadits ini bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyolatkannya sebagai peringatakan bagi manusia dari perbuatan semisal itu, dan para sahabat menshalatkannya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/405. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Begitu pula dikatakan oleh Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah: Mereka menafsirkannya bahwa selainnya (Nabi, pen) menshalatkannya. Wallahu A’lam.
Mereka berpendapat bahwa semua ahli kiblat tidaklah ditinggalkan shalat atasnya, dan atas inilah pendapat jamaah para ulama, kecuali Abu Hanifah dan para sahabatnya.
Mereka berbeda pendapat tentang pemberontak, kata mereka: Kami tidak menshalatkan mereka (para pemberontak). (Imam Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 24/131. Muasasah Al Qurthubah)
Manakah pendapat yang kuat?
Pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah orang bunuh diri tetap dishalatkan, sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Sebab, disebutkan dalam riwayat lain bahwa ada beberapa keadaan manusia yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mau shalatkan, ternyata walau Beliau tidak menshalatkan, Beliau tetap memerintahkan sahabatnya untuk menshalatkan.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhni Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Bahwa ada seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat pada perang Khaibar, mereka melaporkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu Beliau bersabda: “Shalatlah kalian terhadap sahabat kalian.” M
aka berubahlah wajah manusia karena itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya sahabat kalian ini berkhianat dalam jihad fisabilillah, maka kami menggeledah perhiasannya, lalu kami menemukan kharazan (susunan permata) dari orang Yahudi, yang tidak setara dengan dua dirham.” (HR. Abu Daud No. 2710, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Ahkamul Janaiz, Hal. 79, No. 58)
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya.
Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar.” Beliau bersabda: “Shalatlah untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343)
Tentu, jika menshalatkan mereka adalah perbuatan terlarang sama sekali pasti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga akan melarang para sahabatnya untuk menshalatkan.
Faktanya, justru Beliau memerintahkan para sahabatnya untuk shalat jenazah kepada mayit tersebut. Ini menunjukkan bolehnya menshalatkan orang yang berbuat curang dalam jihad, berhutang, dan –dengan jalan qiyas- juga orang yang bunuh diri.
Adapun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak mau menshalatkan, hal itu bermakna sebagai peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan hal serupa dan ketidaksukaannya terhadap perbuatan itu. Wallahu A’lam
Sumber: Alfahmu.id – Website Resmi Ustadz Farid Nu’man.
Semoga bermanfaat.
[jwt/Cms]