ANTREAN di Raudhah kerap kali semrawut dan sedikit penuh histeria, khususnya bagi jemaah wanita. Sebelum pandemi, masuk Raudhah bagi jemaah perempuan bak akan berangkat ke medan jihad.
Dalam tulisannya berjudul “Berkah keteraturan setelah pandemi”, @uttiek.herlambang mengulas bagaimana antrean di Raudhah kini lebih tertib.
“Ibu Diaaan… Ibu Lelaaa… Ibu-ibu… ayo majuuu,” dendangnya dengan cengkok ala tembang Sunda.
Namanya Maesaroh, biasa dipanggil Iroh atau Ira, tergantung siapa yang bertanya. Usianya awal 35 tahun.
Pembawaannya ramah dan murah senyum. Ia suka berdendang. Apa saja ia dendangkan untuk mengisi waktu luang.
Profesinya adalah muthawifah yang membawa jemaah perempuan ke Raudhah. Sudah lebih dari 10 tahun ia tinggal di Madinah.
Di antara semua profesi yang pernah dilakoni, profesi muthawifah-lah yang paling membekas di hati.
“Saya selalu merasa haru kalau melihat jamaah keluar dari Raudhah dengan mata sembab berurai air mata.” Mimik mukanya yang semula ceria, berubah jadi sendu.
“Saya teringat Emak. Dia tidak pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci meskipun sudah kepingin sekali.” Emaknya telah wafat sebelum ia mengadu peruntungan di tanah Haram.
Setelah itu ia menggeleng dan hanya menjawab dengan senyuman ketika ditanya tentang keluarga. “Apakah sudah menikah?” “Anaknya berapa?”
“Ibu seperti wartawan saja nanya-nanyanya,” katanya spontan yang membuat saya tersenyum dalam hati.
Namun ketika pertanyaan beralih tentang antrean ke Raudhah, ia kembali bersemangat membagikan cerita.
“Kalau dulu masuk Raudhah butuh waktu 4-5 jam, sekarang tidak lagi. Cukup datang sesuai jadwal yang tertulis di tasreh (surat izin), 10 menit di dalam, lalu selesai,” jelasnya.
Semenjak pandemi, pemerintah Saudi mengeluarkan peraturan baru yang mengharuskan jemaah mendaftar untuk bisa masuk Raudhah.
Jadwal masuk Raudhah bagi jemaah perempuan dibagi dua. Pagi, mulai sebakda Subuh. Untuk bisa mengaksesnya, harus menggunakan tasreh yang diurus oleh muasasah.
Masuknya pun harus berombongan, tidak, bisa perorangan.
Petugas akan menghitung dengan teliti. Jumlah jamaah harus sesuai dengan yang tercantum dalam tasreh. Lebih satu orang saja, jangan harap bisa lolos.
Jadwal kedua, malam selepas Isya’. Ini bisa diakses perorangan dengan mendaftar terlebih dahulu melalui aplikasi Eatmarna atau Tawakkalna.
Baca Juga: Waktu Jemaah Haji Indonesia Masuk Raudhah
Takjub dengan Antrean di Raudhah
View this post on Instagram
Jemaah yang sudah masuk pagi hari menggunakan tasreh, bila ingin mendaftar menggunakan aplikasi harus berselang sehari. Alias esok pagi baru bisa mendaftar lagi.
Setelah sepuluh menit berada di dalam Raudhah untuk shalat dan berdoa, askar akan mengosongkan ruangan untuk memberikan kesempatan pada rombongan berikutnya masuk.
Saya yang sudah berpuluh kali berziarah ke Raudhah, rasanya tak percaya antrean bisa dibuat setertib ini.
Sebelum pandemi, masuk Raudhah bagi jemaah perempuan bak akan berangkat ke medan jihad.
Kalau mau cepat, begitu akses ke Raudhah dibuka dari bab Annisa, ribuan perempuan akan berlari sekencang-kencangnya.
Suara jeritan, gedebak-gedebuk orang berlari dan teriakan askar, “Ibu… Ibu… Hajji… Hajji… ya Mama… Mama,” membuat suasana sangat dramatis.
Belum reda keriuhan itu, dari dalam Raudhah terdengar jerit tangis. Dari yang berupa isakan tertahan, hingga yang serupa raungan.
Bayangkan bila itu dilakukan ratusan perempuan secara bersamaan, seperti apa “heroiknya”?
Suasana yang “menegangkan” sekaligus dirindukan itu kini tak ada lagi. Semua berjalan tertib sesuai aturan.
“Longgarnya” Raudhah pagi itu membuat saya leluasa untuk mencari dan mengenali tiang-tiang bersejarah yang berada di dalamnya.
Termasuk tiang Al Mukhallaqah yang menjadi tempat favorit Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkumpul bersama para sahabat, membagikan ilmu atau sekadar mendengar “curhat” mereka.
Tiang ini berada di sebelah kanan mihrab.
Di bulan Ramadan, beda lagi posisi favorit Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat beri’tikaf.
Manusia mulia itu memilih menggelar tikarnya yang terbuat dari kulit pohon kurma di sisi paling kiri Raudhah. Posisi ini kalau sekarang paling dekat dengan makamnya.
Di belakangnya, ada satu tiang yang dinamakan tiang Al Mihras atau tiang Ali bin Abi Thalib. Tiang itu merupakan tempat sahabat Ali bersandar saat ditugaskan menjaga Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Masih di dalam Raudhah, ada satu tempat yang digunakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk menerima tamu dan para diplomat dari negara lain saat melakukan kunjungan.
Manusia seringkali tak menyadari, di balik kesulitan ada kebaikan yang Allah hadirkan. Termasuk pandemi yang berbuah keteraturan di Raudhah.
Assalamualaika ya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.[ind]