TULISAN untukmu, para istri yang harus hidup tanpa suami. Mungkin, ini pengalaman yang sama di antara kita para wanita yang ditinggal suaminya.
Apakah karena wafatnya sang kekasih hati karena Allah sudah mengambil kembali apa yang menjadi haq-Nya atau karena kasus perceraian karena ketidakcocokan pasangan dalam mengayuh biduk rumah tangganya.
Baca Juga: Kejutan-kejutan Hidup Suami Istri
Ketika Harus Hidup Tanpa Suami
Subhanallaah, semua itu rahasia Allah. Dan kita harus bersabar atas apa yang telah Allah tetapkan.
Sungguh menjadi single parent adalah kata yang mungkin semua wanita tidak menginginkan status itu melekat padanya. Status yang sangat berat untuk ditanggung. Berjuang sendiri menghadapi hidup dan mengurus anak-anak yang sudah tidak ber-ayah.
Merawat mereka dari sakitnya, pendidikannya, sampai pergaulan mereka bersama teman2nya. Belum lagi msalah ekonomi yang harus dipikirkan.
Tak jarang bahkan hampir semua wanita yang tidak memiliki suami harus berjuang hebat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya.
Sekadar mencari sesuap nasi. Sekedar untuk melangsungkan kehidupannya. Dan hanya sekedar untuk menegakkan tulang punggungnya demi melanjutkan kehidupan di esok hari.
Masa-masa lalu yang di lewati bersama suaminya dulu, hanya tinggal kenangan. Ketika kita hanya sekedar meminta pada suami dari hasil jerih payahnya untuk menghidupi keluarganya.
Dulu ketika kita hanya bisa menghabiskan uang belanja yang diberikan suami. Tanpa harus bersusah payah ikut mencarinya.
Tidak berpikir bagaimana suami kita mendapatkan rupiah demi rupiah dari hasil jualan. Kita tinggal meminta. Tapi kini terasa pahit apa yang kita alami.
Kita harus membanting tulang untuk mendapatkan rezeki yang telah Allah sediakan untuk para hamba-Nya yang berikhtiar.
Sungguh kita hanya sanggup menghela nafas. Merasakan beban berat yang menguasai jiwa. Tidak ada tempat untuk bersandar ketika kita lelah mengerjakan tugas rumah.
Tidak ada tempat berbagi beban ketika anak-anak kita bermasalah dalam pelajarannya atau dengan teman-temannya. Berat memang apa yang harus kita jalani ini.
Begitu banyak ujian yang dirasakan ketika kita sendiri tanpa suami. Rasa lelah yang sudah tidak terbayangkan kapan berakhirnya.
Jangankan untuk merawat diri yang biasa ibu-ibu berduit melakukannya. Untuk memberi jajan anak-anak pun kita harus berhemat. Jangan sampai bekal kita terputus hingga rezeki itu diperoleh kembali.
Dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki. Bersabarlah, wahai para ibu yang sudah tidak bersuami.
Jangan jadikan kesendirian kalian membuat lemah untuk mendidik anak-anak. Jangan jadikan kekurangan kalian menjadi alasan untuk tidak mendapat rahmat Allah.
Teruslah bersabar. Teruslah memohon pertolongan Allah atas apa-apa yang menimpa diri kalian dan anak-anak kalian.
Curahkan perhatian pada anak-anak kalian dalam pendidikan dan akhlaknya agar mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Merekalah yang akan menjadi penerus perjuangan dakwah ini. Di tangan mereka lah manhaj ini akan berkibar indah di tengah arus fitnah yang kian hebat.
Wahai anak-anakku, tetaplah bertawakal walau tanpa seorang ayah di sisi kalian. Walau tanpa ada sosok yang menjadi panutan kalian di tengah keluarga.
Cukuplah Allah yang menjadi penolong kalian. Dan ibumu yang menjadi tameng hidup bagi kalian.
Yang akan senantiasa merawat dan mendidik kalian dengan semua keterbatasannya. Sungguh, doa-doa tulus seorang ibu akan menjadi penyemangat kalian dalam menghadapi ujian hidup ini.
Berbahagialah, wahai para istri yang masih memliki suami. Jagalah kehormatannya. Muliakanlah kedudukannya di sisi kalian.
Taatilah semua perintahnya dalam perkara yang ma’ruf. Sungguh neraka dan surganya kalian tergantung bagaimana kalian memperlakukan para suami.
Dan untuk kami, para wanita yang sendiri, teruslah bersabar, Karena tidak adanya suami itu sudah takdir-Nya. Semua sudah diatur oleh-Nya.
Tidak ada yang lebih baik ketika Allah sudah memutuskan sesuatu kita harus menerimanya dengan ikhlas. Bahwa ini ujian, ini cobaan. Dan Allah menurunkan ujian sesuai kadar kemampuan para hamba-Nya.
Ditulis menjelang tengah malam (12 Muharram 1439H).
Di dinginnya malam yang penuh harapan.
[Maya/ Sebuah pengingat dari Ummu Fulanah/Cms]