Chanelmuslim.com – Dalam hadits riwayat Aisyah Radhiyallahu Anha yang menceritakan tentang shalat malam Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dimana hadits ini telah kami paparkan pada pembahasan kebiasaan beliau yang lalu, disebutkan bahwa, “Aisyah bertanya kepada Rasululah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur dulu sebelum shalat witir?’ Rasulullah berkata, ‘Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidak tidur!'” (Muttafaq Alaih)
Maksud dari tidak tidurnya hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yaitu hati beliau tidak pernah lalai meskipun dalam keadaan tidur, sehingga beliau selalu dapat bangun tepat pada waktunya atau pada waktu yang beliau inginkan. Atau bisa juga dimaksudkan sebagaimana zhahirnya hadits, bahwa hati beliau memang tidak tidur, yakni senantiasa dalam keadaan bangun dan sadar di bawah pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jadi, tidur Nabi memang agak berbeda dengan orang lain pada umumnya. Dan itu adalah keistimewaan beliau selaku utusan Allah yang mengemban risalah-Nya. Dari sisi mata yang terpejam. Akan tetapi, dari sisi hati, beliau berbeda dengan kita. Karena jika kita tidur, maka tidurlah jiwa dan raga kita, termasuk hati. Kita benar-benar pulas dalam tidur dan tidak sadar dengan apa yang terjadi pada diri kita. Sedangkan Nabi, hati beliau dalam keadaan selalu terjaga dan tidak turut terlena dalam tidur.
Mungkin, hal ini sama kasusnya dengan kebiasaan beliau yang sering puasa wishal, dimana beliau diberi makan dan minum oleh Allah dalam tidurnya. Dan pada keesokan harinya, beliau sanggup menyambung puasanya dari hari sebelumnya tanpa berbuka sedikit pun.
Selanjutnya, sekiranya hal ini termasuk dalam kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka ini adalah suatu kekhusuan yang hanya dimiliki oleh beliau seorang dan tidak dimiliki orang lain. Sehingga kita pun tidak dapat mencontoh beliau dalam hal ini, selain hanya berusaha semampu mungkin agar kita dapat mengatur volume tidur secara teratur.
(Sumber:165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-Kautsar)