PEMERINTAHAN Prabowo sudah berjalan satu tahun satu bulan. Belum seperempat dari jatah masa jabatannya. Tapi, perlahan roda politik mulai berputar di rel yang semestinya.
Tak mudah menebak arah gerak pemerintahan saat ini. Hal ini karena ‘kapal republik’ nyaris masuk jurang di masa nakhoda yang lama: utang begitu besar, korupsi merajalela, retak perpecahan anak bangsa kian menganga.
Bukan itu saja. Pemerintahan saat ini seperti dalam bayang-bayang rezim lama. Terkesan ada permainan ‘tingkat dewa’ agar pemerintahan saat ini serasa tak jauh beda dengan aura yang lama.
Namun, perlahan tapi pasti, roda politik mulai berputar semestinya. Sebuah putaran normal seperti yang diinginkan seluruh anak bangsa.
Ada rem darurat yang berkali-kali ditarik nakhoda. Mulai dari kasus zalim Tom Lembong, Hasto, dua guru dari Luwu Utara, dan berikutnya putusan ‘aneh’ terhadap Ira Puspadewi.
Di sisi lain, ada empat sayap yang terus-menerus menunjukkan kegigihannya. Yaitu, dari pertanian yang memantapkan Indonesia sebagai sumber produksi pangan, bukan sekadar konsumen.
Dari pendidikan dasar dan menengah yang berusaha mengejar ketertinggalan pendidikan di banding negara-negara tetangga. Kenaikan kesejahteraan guru juga mulai dirasakan ada angin segar. Begitu pun dengan jaminan perlindungan hukum untuk para guru.
Dari sisi pertahanan dan keamanan juga mulai menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara ‘ecek-ecek’ yang bisa diapakan saja oleh pihak ‘luar’. Alutsista TNI tidak lagi seperti di tahun 80-an.
Dari sisi ini pula, pemberantasan korupsi harus terus bisa menggembirakan. Terus bersihkan sapu-sapunya. Karena dari sanalah biang kerok suburnya perampokan kekayaan negara.
Dan yang terakhir dari sisi ekonomi dan keuangan. Tampaknya, dari sisi ini tidak bisa dianggap mudah. Karena yang dibutuhkan bukan sekadar pemenuhan belanja negara. Melainkan juga kemampuan membayar cicilan utang dan bunganya.
Selain itu, pengobatan krisis di bidang ekonomi tak bisa diterapkan seperti di bidang politik dan hukum. Ekonomi itu ril, nyata. Bukan citra dan rekayasa.
Ketika gebrakan Menkeu yang ‘menggelontorkan’ uang ke sektor modal, rasanya masih belum tepat. Pasalnya, yang masalah itu bukan modalnya, tapi pembelinya yang tak ada.
Indonesia itu negara kaya. Sumber-sumber kekayaan alam membentang dari Sabang sampai Merauke. Jangan sampai, kekayaan ini hanya berputar di kalangan itu-itu saja.
Semoga roda kebijakan terus berputar di tempat semestinya. Semoga ada kejutan dan terobosan yang menggembirakan. Karena kita sedang berhadapan dengan kenyataan dunia yang tidak bisa dianggap biasa saja.[Mh]


