PEMBAHASAN warisan untuk anak hasil zina menjadi salah satu topik diskusi yang menarik di kajian Ladies Talk, Rabu (11/12/2024), di Bekasi.
Acara kajian rutin berupa bedah buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah yang disampaikan oleh Ustaz Rusydi Helmi menarik perhatian para member Hijabersmom Community Bekasi dan Sahabat Meema Style, di Grand Galaxy, Bekasi.
Dalam sesi ini, Ustaz Rusydi Helmi membahas secara mendalam tentang aturan pembagian warisan dalam Islam, termasuk topik sensitif mengenai anak hasil zina bisa dapat warisan, dan bagaimana hukum Islam mengaturnya.
Warisan dalam Islam
Menurut Ustaz Rusydi Helmi, warisan di Indonesia sering kali tidak dibagi dengan benar.
Dalam Islam, pembagian warisan diatur dengan ketat, misalnya sebagai berikut.
Jika istri meninggal, maka 1/8 harta suami diberikan kepada anak.
Jika suami meninggal, istri memperoleh 1/8 harta suami. Jika istri menikah lagi, harta tersebut tetap dihitung oleh Kementerian Agama, bukan oleh Ustaz.
Baca juga: Warisan Bermakna Lebih Penting daripada Warisan Harta
Kondisi Khusus dalam Pembagian Warisan
1. Anak dalam Kandungan
Anak yang masih dalam kandungan belum berhak atas warisan. Jika bayi tersebut lahir hidup, ia berhak mendapat warisan, yang kemudian dapat diberikan kepada orang tua jika bayi tersebut meninggal.
2. Orang Hilang
Jika seseorang hilang selama 30 tahun, Pengadilan akan memutuskan apakah orang tersebut berhak mendapat warisan.
3. Nikah secara Negara atau Sirri
Warisan berlaku jika istri dinikahi secara negara atau Islam. Namun, yang dikabulkan negara hanya istri yang memiliki surat nikah resmi.
4. Khunsa (Hermaphrodite)
Khunsa mendapatkan warisan sesuai jenis kelamin dominan yang dilihat dari keberadaan rahim.
5. Orang Murtad
Anak dari orang tua murtad tidak berhak mendapatkan warisan. Sebaliknya, anak murtad juga tidak berhak atas warisan dari orang tuanya.
Kasus Anak Hasil Zina dan Li’an
Salah satu pembahasan penting adalah mengenai anak hasil zina dan li’an. Li’an adalah proses seorang suami menuduh istri berzina dan bersumpah di hadapan pengadilan. Menuduh zina tanpa bukti atau saksi sangat berat dalam Islam, membutuhkan empat saksi yang melihat langsung.
Di sisi lain, Imam Syafi’i membolehkan wanita menikah dengan pria yang menghamilinya, sehingga anak hasil perzinaan tetap mendapat warisan dari ayahnya jika pernikahan terjadi.
Namun demikian, sangat disayangkan kondisi hamil di luar nikah ini banyak terjadi di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.
Kesimpulan
Peraturan pembagian warisan dalam Islam sangat detail dan mempertimbangkan berbagai kondisi spesifik untuk memastikan keadilan. Dalam kasus anak hasil zina, meskipun berada dalam situasi yang kompleks, masih ada ketentuan hukum yang memastikan hak-hak mereka tetap terjaga. [ind]