WARISAN bermakna lebih penting daripada warisan harta. Ustaz Satria Hadi Lubis dalam tulisannya mengulas tentang mengapa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat tanpa meninggalkan warisan harta?
Sebab beliau sedang mengajarkan kepada kita bahwa warisan bermakna lebih penting daripada warisan harta.
Warisan bermakna beliau berupa ajaran Islam dan teladan yang luhur, yakni Al Quran dan al Hadits.
Untuk kita, warisan bermakna itu berupa sedeqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang selalu mendoakan orang tuanya.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631).
Rasulullah tahu warisan bermakna lebih kekal secara turun temurun dan bermanfaat bagi peradaban.
Sedang harta itu fana dan pasti didapatkan oleh anak cucunya sesuai janji Allah bahwa setiap orang sudah ada rezekinya.
Kini, banyak orang berpikir sebaliknya, mengutamakan warisan harta daripada warisan bermakna.
Lebih kuatir anak cucunya miskin daripada hidup mulia, sampai berani mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan cara yang haram. Ini merupakan kesalahan prioritas dan gagal paham.
Baca Juga: Es Krim Warisan Peradaban Islam
View this post on Instagram
Warisan Bermakna
Tidak semua orang tua yang menyadari bahwa warisan paling bernilai adalah tentang bagaimana cara memiliki warisan, daripada wujud warisan itu sendiri.
Karena warisan ilmu jauh lebih berharga daripada benda. Meskipun benda-benda itu tampak lebih berkilau dan mempesona.
Kita bisa melihat contoh ini dari keluarga Shalahuddin Al-Ayyubi.
Ada seorang tokoh besar bernama Nuruddin Zanki. Beliau merupakan pengatur strategi perang dalam membantu Shalahuddin al-Ayyubi menaklukkan musuh-musuhnya, bahkan sampai strategi terkecil pun ia atur.
Orang yang mengajarkan strategi kepada Nuruddin Zanki adalah Imanuddin, ayah Nuruddin sendiri. Dari sini kita mengetahui bahwa ternyata pengetahuan itu warisan yang diajarkan.[ind]