RAMBU penunjuk arah di jalanan Makkah membawa kita ke masa awal tumbuh kembangnya islam. Nama-nama tempat yang dulu hanya seperti dongeng di buku cerita kini kita lewati dan kita singgahi.
Ya, Allah telah menganugerahkan kenikmatan tiada tara dengan kesempatan menginjakkan kaki di bumi suci untuk melihat dari dekat tapak tilas perjalanan Nabi mulia Muhammad shallallah ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya yang mulia.
Bebatuan keras menjadi pemandangan yang menghiasi kota turunnya wahyu pertama ini. Ke arah manapun kita menebar pandangan kita, kita dapati gunung-gunung batu bertengger kokoh di sana.
Seakan memberitahu kita tentang kerasnya watak orang-orang Quraisy yang memusuhi dakwah tauhid saat itu.
Segala cara mereka upayakan untuk menghalang-halangi tersebarnya Islam. Karenanya, tak salah Allah memilih Nabi yang telaten, ulet, dan penyabar untuk menghadapi mereka.
Baca juga: Jabal Rahmah, Gunung Kecil yang Saling Bertumpukan
Rambu Penunjuk Arah di Makkah Membawa Masa Awal Tumbuh Kembangnya Islam
13 tahun dijalaninya kendati di bawah celaan, tekanan, siksaan, bahkan ancaman pembunuhan. Siang itu panas Makkah memuncak dan terik matahari sangat menyengat, jalanan Makkah lengang karena orang lebih memilih untuk berteduh di rumahnya.
Nabi shallallah ‘alaihi wasallam mengendap menuju rumah Abu Bakar, teman sekaligus mertuanya, dengan mengenakan penutup kepala guna menyamarkan wajahnya.
Hal yang tidak pernah beliau lakukan, “Pasti ada perkara besar” gumam Abu Bakar. Benar, beliau telah diizinkan oleh Allah untuk berhijrah ke Madinah dan memilihnya sebagai teman dalam perjalanan ini.
Seketika rumah itu menjelma bak markas perang, strategi dirancang, logistik didata dan disiapkan, serta menentukan orang-orang yang akan terlibat, lengkap dengan tugas masing-masing.
Aisyah dan Asma’ segera memposisikan diri menyiapkan perbekalan. Abdullah sendiri berfungsi sebagai informan, tugasnya membawa berita perkembangan situasi makkah.
Ketiganya putra-putri Abu Bakar Ash Shiddiq radhi yallahu ‘anhum. Sedangkan Amir, seorang penggembala didikan Abu Bakar berperan sebagai pengantar logistik.
Strateginya, malam itu Nabi dan Abu Bakar akan menuju gua Tsaur dan akan berada di sana selama 3 hari. Informasi dan logistik diantarkan setiap malam.
Pada hari ke empat Abdullah bin Uraiqit, penunjuk jalan jitu membawa tunggangan mereka berdua ke goa dan mengantar ke Madinah melalui jalan pesisir.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Amir juga diikutkan untuk membantu selama perjalanan. Strategi sedikit bergeser, ternyata pemuka Quraisy malam itu sepakat untuk memilih para pemuda perwakilan dari semua kabilah demi membunuh Nabi bersama-sama, sehingga bani Abdu Manaf [keluarga Nabi] tidak mungkin menuntut balas.
Plan B diberlakukan, Ali bin Abi Thalib diperintahkan untuk menggantikan posisi Nabi di ranjang berselimut dengan selendang hijau yang selalu dikenakan Nabi saat tidur.
Tujuannya untuk mengelabuhi mereka yang akan mengepung rumah Nabi. Abu bakar datang pada saat yang ditentukan dengan membawa seluruh harta yang ia miliki.
Sesampai di rumah Nabi, ia berbisik memberi isyarat, “Wahai Nabi Allah!”. “Nabi Allah sudah menuju ke sumur Maimun, segera susul ke sana”, balas Ali dari balik selimut.
Betapa terperangahnya para pembunuh itu ketika mengetahui bahwa yang mereka tunggui itu bukan korban yang mereka incar. Quraisy semakin marah, sayembara dikumandangkan, siapa yang dapat membawa Muhammad dan Abu Bakar baik hidup maupun mati maka baginya seratus onta. [Din]